Teknik Sipil

Jumat, 24 Januari 2014

Gempa


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bangunan  gedung tahan gempa  pada daerah-daerah yang mempunyai tingkat resiko gempa yang tinggi diantara beberapa daerah gempa diseluruh dunia.  Data-data terakhir yang berhasil direkam menunjukkan bahwa rata-rata setiap tahun terjadi sepuluh kegiatan gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan yang cukup besar di Indonesia. Sebagian terjadi pada daerah lepas pantai dan sebagian lagi pada daerah pemukiman.
Pada daerah pemukiman yang cukup padat, perlu adanya suatu perlindungan untuk mengurangi angka kematian penduduk dan kerusakan berat akibat goncangan gempa.
Dengan menggunakan prinsip teknik yang benar, detail konstruksi yang baik dan praktis maka kerugian harta benda dan jiwa manusia dapat dikurangi.
Dalam makalah ini, diuraikan bagaimana merencanakan bangunan tahan gempa, faktor-faktor dasar dari goncangan gempa yang kemudian di uraikan prinsip-prinsip utamanya yang akan dipakai dalam membangun gedung dan rumah tahan gempa.
Dari latar belakang diatas maka, kami mengambil judul tentang Analisa Struktur Bangunan Gedung dan Rumah Tahan Gempa.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.      Bagaimana cara merencanakan bangunan gedung dan rumah tahan gempa ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui jenis gempa di indonesia dan zone  gempa terbagi dari beberapa daerah.
2.      Agar kita mengetahui bagaimana merencanakan bangunan gedung dan rumah tahan gempa,


BAB II
DASAR TEORI
A. Pengertian Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakankerak bumi (lempeng bumi).
Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.
B. Macam Macam Gempa Bumi
1.      Gempa bumi vulkanik ( Gunung Api ) ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempabumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
2.      Gempa bumi tektonik ; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi.
Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tektonik plate (plat tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik. Gempa bumi tektonik memang unik. Peta penyebarannya mengikuti pola dan aturan yang khusus dan menyempit, yakni mengikuti pola-pola pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Dalam ilmu kebumian (geologi), kerangka teoretis tektonik lempeng merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena gempa bumi tektonik yang melanda hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan batas pertemuan lempeng tektonik. Contoh gempa tektonik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Sabtu, 27 Mei 2006 dini hari, pukul 05.54 WIB.
3.      Gempa bumi runtuhan ; Gempabumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.
4.      Gempa bumi buatan ; Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.

C. Penyebab Terjadinya Gempa Bumi
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. Pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah.
Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.
D.    Beberapa Karakteristik Goncangan Gempa
Pada lokasi bangunan, gempa bumi akan menyebabkan tanah dibawah bangunan dan di sekitarnya tergoncang dan bergerak secara tak beraturan (random).
Percepatan tanah terjadi dalam tiga dimensi membentuk kombinasi frekwensi getaran dari 0,5 Hertz sampal 50 Hertz.
Jika bangunan kaku (fixed) terhadap tanah (dan tidak dapat tergeser) gaya inersia yang menahan percepatan tanah akan bekerja pada tiap-tiap elemen struktur dari bangunan selama gempa terjadi. Besarnya gaya-gaya inersia ini tergantung dari berat bangunannya, semakin ringan berarti semakin kecil gaya inersia yang bekerja dalam elemen struktur tersebut.
Tanggung jawab sebagai orang yang berkecimpung daIam industri konstruksi adalah mendirikan bangunan sedemikian rupa sehingga bangunan tetap mampu berdiri menahan gaya-gaya inersia tersebut. Pertanyaan yang timbul kemudian, “Berapa kekuatan bangunan yang kita perlukan ?”.
E.     Tingkat Pembebanan Gempa
Pada tahun 1981, studi untuk menentukan besarnya “beban gempa rencana” sudah dilakukan. Studi ini adalah proyek kerja sama antara Pemerintah Indonesia-New Zealand yang menghasilkan. Peraturan Muatan Gempa lndonesia.
Pada konsep peraturan tersebut ada 2 (dua) langkah pendekatan untuk menghitung pembebanan gempa yang dapat digunakan.
Kriteria pertama, bahwa perencanaan pembebanan gempa sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kerusakan struktur atau kerusakan arsitektural setiap kali terjadi gempa.
Kriteria kedua meskipun terjadi gempa yang hebat bangunan tidak boleh runtuh tetapi hanya boleh kerusakan-kerusakan pada bagian struktur yang tidak utama atau kerusakan arsitektur saja.

Telah diketahui bahwa adalah tidak ekonomis merencanakan bangunan tahan gempa cara elastis. Jadi untuk gempa yang besar dimana kemungkinan terjadinya kira-kira 15% dari umur bangunan tersebut, dipakai harga perencanaan yang rendah dan perencanaan khusus serta ukuran detail-detail diambil sedemikian sehingga menjamin beberapa bagian tertentu dari struktur akan Ieleh (berubah bentuk dalam keadaan plastis) untuk menyerap sebagian enersi gempa (yang berlaku untuk keadaan kenyal).
Besarnya harga beban rencana yang terjadi berhubungan dengan beberapa faktor yang selengkapnya terdapat pada reference, yang disimpulkan sebagai berikut:
1.      Faktor Lapangan (site)
Gambar dibawah ini, menunjukkan enam jalur gempa di Indonesia yang menentukan parameter dasar pembebanan



Parameter ini dimodifikasikan untuk perhitungan pada kondisi tanah Lunak dimana goncangan tanah akibat gempa akan diperbesar (mengalami pembesaran).
(Untuk Jakarta, pada zone 4 dan diatas tanah lunak koefisien beban rencana lateral adalah 0,05 untuk struktur yang kaku seperti perumahan bertingkat rendah.
2.      Faktor Bangunan
Beban yang terjadi pada suatu bangunan juga tergantung pada keadaan (features) dari bangunan rersebut, yakni fleksibilitasnya, beratnya dan behan bangunan untuk konstruksinya.
Biasanya suatu bangunan yang fIeksibel akan menerima beban gempa yang Iebih kecil dibandingkan bangunan yang lebih kaku. Bangunan yang lebih ringan akan menerimna beban gempa yang Iebih keciI dari pada bangun yang berat dan bangunan yang kenyal akan menyerap beban gempa yang lebih kecil dari pada bangunan yang getas yang mana dalam keadaan pengaruh gempa akan tetap elastis atau runtuh secara mendadak.
Bangunan dari kayu digolongkan sebagai bangunan yang kenyal. Untuk struktur kayu harus direncanakan dengan menggunakan Peraturan Muatan Indonesia yang baru. Beban rencana adalah 33% - 50% dari gaya yang menyebabkan struktur belum mulai Ieleh atau masih dalam keadaan elastis.
Reduksi ini tidaklah sama besarnya untuk bahan bangunan yang lain, misalnya baja yang mempunyai kekenyalan yang lebih besar dari kayu. Meskipun demikian kekenyalan dapat diciptakan dalam struktur kayu dengan menggunakan alat penyambung yang kenyal pada tiap-tiap hubungan elemen stuktur kayu tersebut. Pada umumnya, sambungan dengan paku memberikan kekenyalan yang cukup.






3.      Tingkat Pembebanan Gempa untuk Bangunan Kayu
Dengan memperhatikan faktor lapangan dan faktor bangunan, struktur kayu harus tetap mampu berdiri untuk menahan beban-beban sebagai berikut : (Jakarta, tanah lunak)
·             Rangka kayu kenyal : 0,05 *) x 1,7 = 0,085
·             Dinding geser kayu : 0,05 *) x 2,5 = 0,125
·             Konstruksi rangka kayu yang diperkuat dengan batang pengaku diagonal: 0,05 *) x 3 = 0,15
Keterangan :
*) Faktor ini mempunyai harga maksimum 0,13 pada zone I dan 0 pada zone 6.
Hal ini berarti, misalnya suatu dinding geser yang terbuat dari plywood atau particle board, harus dapat menerima gaya horisontal sebesar 0,125 x berat total dari bagian struktur yang membebani dinding tersebut.
Meskipun suatu bangunan direncenakan dengan harga pembebanan yang benar, mungkin bangunan. tersebut mengalami kerusakan akibat gempa jika sebagian dari prinsip-prinsip utamanya tidak dipenuhi.















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bangunan Tahan Gempa
Membangun bangunan yang dapat menahan beban gempa adalah tidak ekonomis. Oleh karena itu prioritas utama dalam membangun bangunan tahan gempa adalah terciptanya suatu bangunan yang dapat mencegah terjadinya korban, serta memperkecil kerugian harta benda. Dari hal tersebut pengertian bangunan tahan gempa adalah:
·         Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun pada komponen strukturalnya.
·         Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya (plafond runtuh, dinding retak) akan tetapi komponen struktural (kolom, balok, sloof) tidak boleh rusak.
·         Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar.
B.     Prinsip-Prinsip Utama Konstruksi Tahan Gempa
1.      Denah yang sederhana dan simetris
Penyelidikan kerusakan akibat gempa menunjukkan pentingnya denah bangunan yang sederhana dan elemen-elemen struktur penahan gaya horisontal yang simetris. Struktur seperti ini dapat menahan gaya gempa Iebih baik karena kurangnya efek torsi dan kekekuatannya yang lebih merata.
2.      Bahan bangunan harus seringan mungkin
Seringkali, oleh karena ketersedianya bahan bangunan tertentu. Arsitek dan Sarjana SipiI harus menggunakan bahan bangunan yang berat, tapi jika mungkin sebaiknya dipakai bahan bangunan yang ringan.
Hal ini dikarenakan besarnya beban inersia gempa adalah sebanding dengan berat bahan bangunan.

Sebagai contoh penutup atap genteng diatas kuda-kuda kayu menghasilkan beban gempa horisontal sebesar 3 x beban gempa yang dihasilkan oleh penutup atap seng diatas kuda-kuda kayu. Sama halnya dengan pasangan dinding bata menghasiIkan beban gempa sebesar 15 x beban gempa yang dihasilkan oleh dinding kayu.
3.      Perlunya sistim konstruksi penahan beban yang memadai           
Supaya suatu bangunan dapat menahan gempa, gaya inersia gempa harus dapat disalurkan dari tiap-tiap elemen struktur kepada struktur utama gaya honisontal yang kemudian memindahkan gaya-gaya ini ke pondasi dan ke tanah.
Adalah sangat penting bahwa struktur utama penahan gaya horizontal itu bersifat kenyal. Karena, jika kekuatan elastis dilampaui, keruntuhan getas yang tiba-tiba tidak akan terjadi, tetapi pada beberapa tempat tertentu terjadi Ieleh terlebih dulu.
Suatu contoh misalnya deformasi paku pada batang kayu terjadi sebelum keruntuhan akibat momen lentur pada batangnya.
Cara dimana gaya-gaya tersebut dialirkan biasanya disebut jalur Iintasan gaya. Tiap-tiap bangunan harus mempunyai jalur lintasan gaya yang cukup untuk dapat menahan gaya gempa horisosontal.
Untuk memberikan gambaran yang jelas, disini diberikan suatu contoh rumah sederhana dengan tiga hal utama yang akan dibahas yaitu struktur atap, struktur dinding dan pondasi.
C.    Struktur Atap
a.      Struktur atap
Jika tidak terdapat batang pengaku (bracing) pada struktur atap yang menahan beban gempa dalam arah X maka keruntuhan akan terjadi.
Jika lebar bangunan lebih besar dari lebar bangunan di mungkin diperlukan 2 atau 3 batang pengaku pada tiap-tiap ujungnya.
Dengan catatan bahwa pengaku ini harus merupakan sistim menerus sehingga semua gaya dapat dialirkan melalui batang-batang pengaku tersebut. Gaya-gaya tersebut kemudian dialirkan ke ring balok pada ketinggian langit-langit.
Gaya-gaya dari batang pengaku dan beban tegak lurus bidang pada dinding menghasilkan momen lentur pada ring balok seperti terlihat pada gambar dibawah ini :
Jika panjang dinding pada arah lebar (arah pendek) lebih hesar dari 4 meter maka diperlukan batang pengaku horisontal pada sudut untuk memindahkan beban dari batang pengaku pada bidang tegak dinding daIam arah X dimana elemnen-elemen struktur yang menahan beban gempa utama.
Sekali lagi ring balok juga harus menerus sepanjang dinding dalam arah X dan arah Y. Sebagai pengganti penggunaan batang pengaku diagonal pada sudut, ada 2 (dua) alternatif yang dapat dipilih oIeh perencana;
1.                  Ukuran ring balok dapat diperbesar dalam arah horisontal, misalnya 15 cm menjadi 30cm atau sesuai dengan yang dibutuhkan dalam perhitungan. Ring bolok ini dipasang diatas dinding dalam arah X.
2.                  Dipakai langit-langit sebagai diafragma, misalnya plywood. Untuk beban gempa arah Y, sistim struktur dibuat untuk mencegah ragam keruntuhan. Untuk mengalirkan gaya dari atap kepada dinding dalam arah Y, salah satu alternatif diatas dapat dipilih yaitu penggunaan batang pengaku horisontal ring balok atau memakai langit-langit sebagai diafragma.
b.      Struktur dinding
Gaya-gaya aksial dalam ring balok harus ditahan oleh dinding. Pada dinding bata gaya-gaya tersebut ditahan oleh gaya tekan diagonal yang diuraikan menjadi gaya tekan dan gaya tarik. Gaya aksiaI yang bekerja pada ring balok juga dapat menimbulkan gerakan berputar pada dinding. Putaran ini ditahan oleh berat sendiri dinding, berat atap yang bekerja diatasnya dan ikatan sloof ke pondasi.
Jika momen guling lebih besar dari momen penahannya maka panjang dinding harus diperbesar. Kemungkinan lain untuk memperkaku dinding adalah sistim diafragma dengan menggunakan plywood, particle board atau sejenisnya, atau pengaku diagonal kayu untuk dinding bilik.

Penggunaan dinding diafragma lebih dianjurkan karena sering terjadi kesulitan untuk memperoleh sambungan ujung yang lebih pada sistim pengaku diagonal.
Beban gempa yang bekerja pada arah Y ditahan dengan cara yang sama dengan arah X Sebagai sistem struktur utama yang mana dinding harus mampu menahan beban gempa yang searah dengan bidang dinding, dinding juga harus mampu menahan gempa dalam arah yang tegak lurus bidang dinding.
Dengan alasan ini maka dinding bata (tanpa tulangan) harus diperkuat dengan kolom praktis dengan jarak yang cukup dekat. Sebagai pengganti kolom praktis ini dapat dipakai tiang kayu.
c.       Struktur pondasi
Struktur pondasi berperanan penting untuk memindahkan beban gempa dari dinding ke tanah.
Pertama, pondasi harus dapat menahan gaya tarik vertikal dan gaya tekan dari dinding. Ini berarti sloof menerima gaya geser dan momen lentur sebagai jalur Iintasan gaya terakhir sebelum gaya-gaya tersebut mencapai tanah.
Akhirnya sloof memindahkan gaya-gaya datar tersebut ke pada tanah yang ditahan oleh daya dukung tanah dan tekanan tanah lateral.
Rumah yang terbuat dari kayu dengan lantai kayu dan pondasi kayu seperti gambar-gambar di bawah ini memerlukan batang pengaku untuk mencegah keruntuhan.
d.      Meminimalisasi akibat bencana alam gempa bumi pada rumah tinggal kita.
Secara geologis kepulauan Indonesia terletak pa da pertemuan jalur gempa utama sehingga memiliki aktifitas gempa bumi yang cukup tinggi. Pada beberapa tahun terakhir ini gempa bumi makin sering terjadi. Sebagai peristiwa alam kemunculannya tiba-tiba dan sulit diduga. Belum ada teknologi yang dapat meramalkan kapan dan dimana terjadinya. Sehingga seringkali banyak korban jiwa yang menyertai terjadinya gempa bumi.


Mayoritas korban tewas disebabkan oleh runtuhnya bangunan.  Kebanyakan bangunan terutama rumah tinggal dibangun tanpa memperhatikan prinsip-prinsip rumah tahan gempa untuk menghemat biaya. Padahal membangun rumah tahan gempa adalah suatu keharusan di daerah rawan gempa seperti Indonesia. Masalah biaya itu relatif dan masih bisa dikelola secara kreatif. Apalagi jika kita tau akibatnya jika gempa terjadi.
Sebenarnya tidak ada rumah yang benar-benar tahan gempa.  Tentunya semakin besar gempa terjadi semakin besar juga kerusakannya.  Tugas kita adalah membuat kerusakan bangunan seminimal mungkin. Kriteria bangunan tahan gempa adalah sebagai berikut :
1.      Bila terjadi gempa ringan, bangunan tidak mengalami kerusakan baik secara struktural maupun non structural
2.      Bila terjadi gempa sedang, komponen bangunan non struktural boleh rusak tetapi komponen struktural nya tetap utuh.
3.      Bila terjadi gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non struktural maupun struktural, tetapi tersedia selang waktu bagi evakuasi penghuni bangunan tersebut keluar sebelum bangunan runtuh.
Mari kita perhatikan prinsip-prinsip utama dalam membangun rumah tahan gempa.
e.       Denah yang sederhana dan simetris.
Denah yang sederhana dan simetris akan memudahkan kita menentukan letak titik-titik kolom dan pondasi yang akan menjadi rangka struktuk utama pada rumah kita. Misalnya untuk kolom beton bertulang yang ideal untuk rumah tinggal biasanya berjarak 3 - 4 m.
Struktur bangunan sederhana dan simetris dapat menahan gaya gempa yang lebih baik dari pada bangunan dengan bentuk yang tidak beraturan.  Ini disebabkan karena gaya gempa yang terjadi dapat terdistribusi secara merata ke semua elemen struktur.



f.       Pemilihan material bangunan yang ringan
Besarnya gaya gempa yang menimpa sebuah bangunan berbanding lurus dengan berat bangunan itu sendiri. Itu sebabnya penting untuk membuat bangunan menjadi lebih ringan dengan menggunakan bahan bangunan yang ringan.
Jepang merupakan Negara dengan teknologi konstruksi tahan gempa yang terbaik. Itu karena wilayah mereka memang sangan rawan terhadap gempa. Kalau diperhatikan sebagian rumah-rumah tradisional Jepang berstruktur kayu dan umumnya satu tingkat. Partisi antar ruangan memakai bilah bambu dan kertas yang sangat ringan.
Rumah tradisional Indonesia ternyata dirancang tahan gempa oleh nenek moyang kita. Pemakaian struktur kayu dan bambu dengan atap memakai rumbia atau ijuk terbukti dapat bertahan ketika ada goncangan gempa
Banyak material di pasaran sekarang yang mendukung perencanaan rumah tahan gempa. Pemakaian dinding beton aerasi atau bata ringan juga lebih baik dari bata dan batako. Untuk atap juga dipakai rangka baja ringan dan genteng aspal atauseng gelombang. Pemakaian partisi dari gypsum atau GRC juga dapat membuat massa bangungan menjadi lebih ringan.
g.      Sistem Konstruksi Penahan Beban
Pada konstruksi rumah tahan gempa perlu diperhatikan agar struktur pondasi, kolom, balok dan struktur atap menyatu dengan sambungan yang memadai.  Untuk konstruksi kayu selain perlu tambahan struktur menyilang ( bracing ) harus dilengkapi dengan plat baja pengikat di setiap pertemuan (joint) sehingga menjamin fleksibilitas geraknya.
Bangunan dengan struktur beton bertulang harus memakai tulangan yang tepat sesuai dengan perhitungan strukturnya, baik tulangan utama maupun cincinnya. Sambungan antara kolom, pondasi dan sloof pun harus diperhatikan detailnya agar mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan beban gempa.




D. KONSEP GEDUNG dan RUMAH TAHAN GEMPA
1.      Bangunan Gedung Tidak Bertingkat dengan Konstruksi Rangka Balok dan Kolom dari Beton Bertulang
Beton dan baja tulangan untuk rangka pengaku dinding dari beton bertulang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Campuran beton yang dianjurkan minimum perbandingan adalah 1 bagian semen, 2 bagian pasir dan 3 bagian kerikil serta ½ bagian air, sehingga menghasilkan kekuatan tekan beton pada umur 28 hari minimum 175 kg/cm2.
b. Bahan pasir dan kerikil harus bersih dan air pencampur tidak boleh mengandung lumpur.
c. Pengecoran beton dianjurkan dilakukan secara berkesinambungan (tidak berhenti di setengah balok atau di setengah kolom).
d. Pengadukan beton sedapat mungkin menggunakan alat pencampur beton (beton molen).
e. Apabila pencampuran beton dilakukan secara manual yang pengadukan betonnya menggunakan tenaga manusia, dianjurkan untuk mengunakan bak dari bahan metal atau bahan lain yang kedap air.
f. Kekuatan tarik baja minimum 2400 kg/cm2.
g. Diameter tulangan utama untuk balok lintel, ring balok dan kolom minimum 10 mm, dan untuk sengkang minimum 6 mm dengan jarak as ke as sengkang 15 cm.
h. Diameter tulangan utama untuk balok sloof/balok pengikat pondasi minimum 12 mm, dan ukuran sengkang minimum 8 mm dengan jarak as ke as sengkang 15 cm.
i. Agar diperoleh efek angkur yang maksimum dari besi tulangan, maka pada setiap ujung tulangan harus ditekuk ke arah dalam balok hingga 115o, seperti ditunjukan pada Gambar 2.

Gambar 2 Tekukan besi untuk mendapatkan efek angkur
Untuk membatasi luas bidang dinding 16 m2, maka perlu dipasang balok-balok lintel. Untuk mencegah terjadinya retak pada sudut-sudut bukaan pintu dan jendela, maka dipasang kolom-kolom pengaku yang menerus dari balok lintel ke balok sloof/balok pengikat.
Agar memudahkan dalam pengerjaan pengecoran beton dan mendapatkan hasil beton yang berkualitas baik, maka dianjurkan untuk mengunakan ukuran penampang balok minimum 15 cm x 20 cm dan ukuran penampang kolom minimum 15 cm x 15 cm.

Gambar 2 Bangunan gedung konstruksi rangka sederhana beton bertulang dengan dinding pasangan
Balok lintel harus diikatkan ke kolom dengan detailing penulangan pada sambungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
 
Gambar 3 Detail hubungan balok lintel dengan kolom tengah
Ring balok harus diikatkan pada kolom-kolom rangka dengan detailing sambungan seperti terlihat pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4 Detail hubungan balok tengah dengan ring balok
Sambungan kolom dengan balok sloof, detail penulangan ditunjukan pada Gambar 5.
Gambar 5 Detail penulangan pertemuan balok sloof dengan kolom
Gambar 6 Detail penulangan pertemuan balok sloof dengan kolom
2.      Bangunan Gedung Bertingkat dengan Konstruksi Rangka Balok dan Kolom dari Beton Bertulang
Penempatan dan pengaturan tulangan, terutama pada sambungan-sambungan harus mendapat perhatian atau pengawasan khusus. Ujung-ujung tulangan harus dijangkarkan dengan baik. Gambar 7 merupakan contoh struktur beton bertulang untuk bangunan gedung bertingkat. Gambar
Gambar 7 Sistem struktur rangka pemikul beban dari beton bertulang
Gunakan kekuatan tekan beton minimum 175 kg/cm2, dan kekuatan tarik baja 2400 kg/cm2.
Diameter tulangan sengkang minimum baik untuk balok maupun kolom adalah 8 mm, jarak sengkang dan luas tulangan atas dan tulangan bawah dari balok dan plat harus dihitung berdasarkan peraturan yang berlaku, begitu juga untuk luas tulangan untuk kolomnya.
Pada setiap penampang balok dan kolom harus terpasang minimum empat batang besi tulang.
A. Hubungan Plat Lantai dengan Balok
Gambar 8 adalah detail hubungan plat lantai dengan balok, tulangan atas plat menerus melewati balok bagian dalam dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk mendapatkan panjang penyaluran, dimana d adalah diameter tulangan plat. Sedangkan tulangan plat bawah menerus ke dalam balok dan tidak perlu ditekuk.
Gambar 8 Detail penulangan hubungan Pelat lantai dengan balok

B. Hubungan Balok Anak dan Balok Induk
Tulangan atas balok anak menerus melewati balok induk bagian dalam dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk mendapatkan panjang penyaluran, dimana d adalah diameter tulangan balok anak. Sedangkan tulangan bawah balok anak menerus ke dalam balok induk dan ditekuk keatas hingga 30 d untuk panjang penyalurannya.
Jarak sengkang maksimum (S.1) untuk balok anak adalah 2/3 tinggi balok atau 20 cm, ambil yang terkecil.
Gambar 8 Detail penulangan pada hubungan balok anak dengan balok induk
C. Hubungan Balok Atap dengan Kolom Pinggir (Detail A)
Tulangan atas balok atap menerus melewati kolom bagian dalam dan ditekuk kebawah hingga 40 d untuk mendapatkan panjang penyaluran, dimana d adalah diameter tulangan balok atap. Sedangkan tulangan bawah balok atap menerus ke tengah kolom dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk panjang penyalurannya.
Gambar 9 Detail A, penulangan hubungan balok ujung atas (atap) dengan balok pinggir
Jarak sengkang maksimum balok anak di sepanjang 2 kali tinggi balok atap (S.2) dari muka kolom adalah ¼ tinggi balok anak atau 16 kali diameter tulangan balok atap atau 15 cm, ambil yang terkecil. Jarak sengkang maksimum balok atap di tengah bentang (S.3) adalah jarak terkecil dari ½ tinggi balok atap atau 15 cm (lihat Gambar 9).

Sengkang kolom menerus hingga melewati ke dalam balok atap. Jarak sengkang (S.4) maksimum untuk kolom di sepanjang mulai dari atas balok atap sampai dengan 1/6 kali tinggi kolom, atau 45 cm dari permukaan bagian bawah balok atap adalah 10 cm. Sedangkan jarak sengkang maksimum untuk kolom di bagian tengah (S.5) adalah ½ lebar kolom atau 20 cm, ambil yang terkecil (lihat Gambar 9). Sengkang balok atap tidak menerus melewati kolom tapi berhenti di sejarak (S.6) maksimum 7,5 cm dari muka kolom (lihat Gambar 9). Panjang penyaluran pada sambungan besi tulangan pada kolom maupun balok adalah minimum 40 d, dengan d = diameter tulangan balok atau kolom. Sambungan besi harus ditempatkan pada ¼ bentang balok atau di setengah tinggi kolom.
D.    Hubungan Balok Lantai dengan Kolom Pinggir (Detail B)
Gambar 10a dan 10b merupakan sketsa detail penulangan pada hubungan balok lantai dengan kolom pinggir. Ketentuan jarak sengkang, panjang penyaluran dan penempatan sambungan adalah sama dengan ketentuan yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya
Gambar 10a. Hubungan balok lantai dengan kolom
Gambar 10b. Detail B, penulangan hubungan balok lantai dengan kolom pinggir

E.     Hubungan Balok Lantai dengan Kolom Tengah (Detail C)
Tulangan memanjang atas pada balok di daerah sepanjang 2 kali tinggi balok dari muka kolom harus dipasang 3 batang tulangan, sedangkan ditengah bentang minimal 2 batang. Tulangan memanjang bawah pada balok harus dipasang minimal 2 batang di sepanjang bentang balok.
Tulangan memanjang pada kolom minimum 4 batang disepanjang ketinggian kolom.
Baik tulangan memanjang balok maupun kolom harus menerus dan saling melewati panel hubungan kolom dan balok.
Gambar 11 Detail C, penulangan pada hubungan balok lantai  dengan kolom tengah
Gambar 12 Detail penulangan pada hubungan balok lantai  dengan kolom tengah (lanjutan)
F.     Hubungan Pondasi Menerus Batu Kali dengan Kolom Sudut (Detail D)
Tulangan memanjang kolom harus menerus melewati balok sloof dan ditekuk ke dalam balok sloof hingga panjang 40 d untuk panjang penyaluran, dimana d adalah diameter tulangan memanjang kolom.
Tulangan memanjang balok sloof menerus melewati dan ditekuk ke balok sloof yang lainya yang saling tegak lurus.
Gambar 13 Detail hubungan kolom dengan fondasi

G.    Hubungan Pondasi Menerus Batu Kali dengan Kolom Tengah
Tulangan memanjang kolom menerus melewati balok sloof dan ditekuk ke dalam balok sloof di sebelah kiri dan kanan kolom (panjang penyaluran sama dengan ketentuan sebelumnya). Balok sloof dengan pondasi dihubungkan dengan angker dari besi dengan diameter 12 mm, dan dipasang pada setiap 1,5 m.
Gambar 14 Detail penulangan pada hubungan kolom tengah dengan sloof






H.    Hubungan Kolom, Balok Sloof/Balok Pengikat dengan Pondasi Setempat dari Beton Bertulang
Tulangan memanjang balok sloof menerus melewati kolom dan ditekuk ke atas. Tulangan memanjang kolom menerus masuk ke pondasi setempat dan ditekuk ke kanan dan ke kiri di dalam telapak pondasi.
Tulangan sengkang kolom melewati balok sloof dengan jarak sengkang seperti terlihat pada Gambar 81 di bawah ini
Gambar 15 Detail penulangan pada hubungan balok pengikat/sloof dengan kolom
( alternatif jika digunakan fondasi setempat )
Gambar 16 Detail penulangan pada hubungan balok pengikat/sloof dengan kolom
( lanjutan )





3.      Konsep Rumah Tahan Gempa
Denah Bangunan :


tsunami5
 







·             Denah yang terlalu panjang harus dipisahkan (Gambar 1.a)
·             Denah berbentuk L harus dipisahkan (Gambar 1.b)
·             Denah berbentuk U harus dipisahkan (Gambar 1.C)
tsunami6 





Bangunan Tembok :
·             Dinding bata harus kuat dengan kolom,sloof, ring balok dari beton atau kayu
·             Dinding bata harus angker terhadap kolom,sloof dan ring balok
·             Sloof harus diberi angker terhadap pundasi

Bangunan Kayu :
·             Hubungan antara kolom dan balok atap harus diberi balok penapong diagonal dan datar
·             Hubungan antara balok lantai dan kolon harus diberi balok panopang diagonal dan datar
·             Pundasi umpak harus tertanam sedalam > 20 cm ke dalam tanah

Selain struktur rumah perlu diperhatikan juga mengenai interior rumah.  Lihat satu persatu ruangan yang ada di rumah kita dan bayangkan apa yang akan terjadi pada saat gempa. Lihatlah benda apa saya yang mungkin bisa jatuh dan menimpa kita. Mengatur barang-barang berat untuk ditempatkan di lantai. Lemari sebaiknya diikat ke dinding dengan dipaku, skrup atau diberi siku. Benda-benda yang mudah terbakar harus disimpan di tempat yang aman dan tidak mudah pecah.
Teknologi rumah tahan gempa cepat bangun
Teknologi yang biasa dikembangkan oleh berbagai pihak sebagai solusi rumah cepat bangun, biasa dibuat dari konstruksi sederhana dengan jenis bahan struktur konstruksi ringan dan penutup atap dan dinding yang ringan pula. Struktur penyangga rumah sederhana cepat bangun bisa dibuat dari rangka besi, kayu, maupun bambu. Pada prinsipnya rancangan tersebut dapat mempertahankan kekakuan struktur serta memiliki fleksibilitas untuk bergerak bersama gempa, serta mempertahankan penutup atap dan dinding pada tempatnya dengan sedikit kerusakan.
Dibawah ini terdapat leaflet pedoman praktis pembangunan rumah kayu tahan gempa yang dibuat oleh Departemen Pekerjaan Umum.
http://geofisika42.files.wordpress.com/2010/07/15.jpg?w=570

http://geofisika42.files.wordpress.com/2010/07/25.jpg?w=570
Teknologi bangunan konvensional bangunan batu-bata dengan struktur beton bertulang
Konsep hunian tahan gempa adalah bangunan yang dapat bertahan dari keruntuhan akibat getaran gempa, serta memiliki fleksibilitas untuk meredam getaran. Prinsipnya pada dasarnya ada dua: kekakuan struktur dan fleksibilitas peredaman.
Prinsip Kekakuan struktur rumah menjadikan struktur lebih solid terhadap goncangan. Terbukti, bahwa struktur kaku seperti beton bertulang bila dibuat dengan baik dapat meredam getaran gempa dengan baik. Hal ini berarti memperhatikan sungguh-sungguh struktur yang dibuat pada saat pembangunan agar dapat lebih kuat dan lebih kaku. Kekakuan struktur dapat menghindarkan kemungkinan bangunan runtuh saat gempa terjadi. Kolom-kolom dan balok pengikat harus kuat dan ditopang oleh pondasi yang baik pula.
Prinsip Fleksibilitas: Adanya kemungkinan struktur bangunan dapat bergerak dalam skala kecil, misalnya dengan menggunakan prinsip hubungan roll pada tumpuan-tumpuan beban. Yang dimaksud hubungan tumpuan roll adalah jenis hubungan pembebanan yang dapat bergerak dalam skala kecil untuk meredam getaran. Ini
adalah salah satu contoh saja.
Prinsip penggunaan bahan material yang ringan dan ‘kenyal’: yaitu menggunakan bahan-bahan material ringan yang tidak lebih membahayakan bila runtuh, dan lebih ringan sehingga tidak sangat membebani struktur yang ada. Contohnya struktur kayu yang dapat menerima perpindahan hubungan antar kayu dalam skala gempa sedang.
Prinsip massa yang terpisah-pisah: yaitu memecah bangunan dalam beberapa bagian struktur yang lebih kecil, sehingga struktur ini tidak terlalu besar, terlalu panjang karena bila terkena gempa harus meredam getaran lebih besar.
http://geofisika42.files.wordpress.com/2010/07/35.jpg?w=570

http://geofisika42.files.wordpress.com/2010/07/44.jpg?w=570
Sistem pondasi yang ada saat ini yaitu pondasi tradisional dengan bahan batu kali harus diperhatikan dengan baik; antara lain diusahakan memiliki kemampuan meredam getaran dengan memberikan celah untuk bergerak pada hubungan antara pondasi dengan sloof, pondasi dengan kolom. Cara ini juga bisa didukung dengan memberikan bahan seperti pecahan kaca diantara pondasi dan sloof.
Untuk dinding, sebenarnya dinding rumah2 tradisional banyak yang sudah sesuai untuk menghadapi gempa, antara lain dinding dari bahan bambu maupun tanaman lainnya. Dinding semacam ini dapat menerima getaran gempa dengan sangat baik. Bahkan rumah-rumah joglo kuno dapat bertahan dengan baik saat gempa.
Untuk kondisi dewasa ini, bahan seperti lembaran komposit (misalnya dinding Hebel), gypsum dan bahan ringan lainnya dapat dengan baik bertahan saat gempa karena ringan dan kuatnya. Selain itu kondisi bahan lembaran solid ini dapat digabungkan dengan fleksibilitas penyambungan dengan kolom-kolom untuk meredam getaran.
Jika memakai batu bata, usahakan agar terdapat penguatan lebih banyak dengan menggunakan kolom-kolom praktis sebagai pengaku. Jangan pernah meletakkan beban atap langsung pada dinding bata. Dinding bata juga perlu untuk diberi angkur pada kolom setiap jarak susunan 8 bata. Dinding bata yang diberi angkur dapat bertahan lebih baik saat gempa karena ditahan oleh kolom dan tidak ambruk.
http://geofisika42.files.wordpress.com/2010/07/53.jpg?w=570

http://geofisika42.files.wordpress.com/2010/07/62.jpg?w=570
Jenis atap yang ringan menggunakan kayu dapat dimaksimalkan ketika menghadapi gempa dengan membuat angkur pada ring balok, dimana angkur ini diberi celah untuk bergerak dengan sistem hubungan roll. Jenis atap yang cukup baik adalah atap yang ringan, menggunakan penutup atap ringan seperti lembaran komposit, namun bahan ini kurang diminati karena secara tampilan kurang bagus dibandingkan penutup atap genteng.
Beton harus diperkuat agar tidak mudah ambruk, secara keseluruhan, kolom dan balok beton menyangga keseluruhan bangunan, karenanya bila struktur ini tidak kuat menahan gempa, maka keseluruhan bangunan juga tidak kuat. Usahakan untuk membagi bangunan dalam beberapa kelompok struktur, misalnya menggunakan prinsip dilatasi (pemisahan struktur) antara satu massa dengan massa bangunan lain. Contohnya; memisahkan area ruang keluarga dengan area kamar-kamar secara struktural (meskipun secara organisasi ruang tetap menyatu).
Bangunan dengan bahan tripleks kurang disarankan, karena mudahnya terbakar. Bahan ringan lain yang dapat disarankan sebagai pengganti adalah gypsum atau dinding komposit. Untuk kawasan ibukota, bahan-bahan tersebut secara estetis dapat diterima lebih baik. Bangunan yang atapnya dari alang2 atau jerami dapat diterima bila memang konsep bangunannya tradisional, atau memang dari awalnya tradisional, serta gaya hidup penghuninya sesuai untuk rumah tinggal tradisional (misalnya karena perawatan yang lebih banyak dibandingkan bahan atap modern). Bangunan seperti ini, digabungkan dengan cara-cara membangun tradisional seperti menggunakan kolom bambu, malah sangat baik bertahan dalam kondisi gempa.
Rancangan interior sebaiknya disesuaikan bila kita concern terhadap masalah gempa ini. Pilihlah jenis furniture yang ringan dan tidak menghalangi saat dibutuhkan evakuasi gempa.




Pada dasarnya bahan-bahan bangunan yang ada saat ini dapat ditingkatkan lagi mutunya dalam menghadapi gempa, serta diperlukan inovasi dalam pengadaan material baru yang dapat menunjang keamanan saat gempa, seperti konstruksi yang ringan, fleksibel dan kuat. Yang paling penting diperhatikan melihat tren saat ini adalah; membuat bangunan dengan cara membangun yang lebih baik, seperti memperkuat dinding dengan angkur, kolom-kolom praktis, dan sebagainya.












BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bangunan  gedung tahan gempa  daerah-daerah yang mempunyai tingkat resiko gempa yang tinggi diantara beberapa daerah gempa diseIuruh dunia.  Data-data terakhir yang berhasil direkam menunjukkan bahwa rata-rata setiap tahun terjadi sepuluh kegiatan gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan yang cukup besar di Indonesia. Sebagian terjadi pada daerah lepas pantai dan sebagian lagi pada daerah pemukiman.

B.     Saran
Kedepannya agar lebih baik dari makalah ini,serta ditunjang dengan literatur materi yang lebih banyak lagi.


DAFTAR PUSTAKA


1.      Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, “ Pedoman Teknik Perencanaan dan Pembangunan Perumahan Desa Tahan Gempa ”, Bandung 1979.
2.      Ir. Teddy Boen, “ Manual Bangunan Tahan Gempa ”, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung.
3.      Ir. Murdiati Munandar, Dipl.E.Eng., “Bangunan Tahan Gempa di Lokasi Mitigasi, Liwa, Lampung Barat ”, Jurnal Penelitian Puslitbang Permukiman, Bandung, 2000.
4.       Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa
5.      SNI-03-1726-2003-Perenc-Tahan-Gempa-pada-Gedung
6.      http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi diakses tanggal 1 November 2009,18.33 WIB