BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bangunan gedung
tahan gempa pada daerah-daerah yang
mempunyai tingkat resiko gempa yang tinggi diantara beberapa daerah gempa diseluruh dunia. Data-data terakhir yang berhasil direkam
menunjukkan bahwa rata-rata setiap tahun terjadi sepuluh kegiatan gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan
yang cukup besar di Indonesia. Sebagian terjadi pada daerah lepas pantai dan
sebagian lagi pada daerah pemukiman.
Pada daerah pemukiman yang cukup padat, perlu adanya
suatu perlindungan untuk mengurangi angka kematian penduduk dan kerusakan berat
akibat goncangan gempa.
Dengan menggunakan prinsip teknik yang benar, detail
konstruksi yang baik dan praktis maka kerugian harta benda dan jiwa manusia dapat dikurangi.
Dalam makalah ini, diuraikan bagaimana merencanakan bangunan tahan gempa, faktor-faktor dasar dari goncangan gempa yang kemudian di uraikan
prinsip-prinsip utamanya yang akan dipakai dalam membangun gedung dan rumah tahan
gempa.
Dari latar belakang diatas maka, kami
mengambil judul tentang Analisa Struktur Bangunan Gedung dan Rumah Tahan Gempa.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.
Bagaimana cara merencanakan bangunan gedung dan rumah tahan
gempa ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui jenis
gempa di indonesia dan zone gempa
terbagi dari beberapa daerah.
2.
Agar kita mengetahui bagaimana merencanakan bangunan gedung dan rumah
tahan gempa,
BAB II
DASAR
TEORI
A.
Pengertian Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan
yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakankerak
bumi (lempeng bumi).
Kata gempa bumi juga digunakan untuk
menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita
walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang
terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.
B. Macam
Macam Gempa Bumi
1. Gempa bumi vulkanik ( Gunung Api ) ; Gempa bumi
ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung
api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan
timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempabumi
tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
2. Gempa bumi tektonik ; Gempa bumi ini disebabkan
oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik
secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang
sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di
bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi.
Gempa
bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran
lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan
dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal
sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tektonik plate (plat tektonik) menjelaskan
bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari
lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut
begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik. Gempa bumi tektonik memang
unik. Peta penyebarannya mengikuti pola dan aturan yang khusus dan menyempit,
yakni mengikuti pola-pola pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menyusun
kerak bumi. Dalam ilmu kebumian (geologi), kerangka teoretis tektonik lempeng
merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena gempa bumi tektonik yang melanda
hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan batas pertemuan lempeng
tektonik. Contoh gempa tektonik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta,
Indonesia pada Sabtu, 27 Mei 2006 dini hari, pukul 05.54 WIB.
3. Gempa bumi runtuhan ; Gempabumi ini biasanya
terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini
jarang terjadi dan bersifat lokal.
4. Gempa bumi buatan ; Gempa bumi buatan adalah gempa
bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit,
nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.
C.
Penyebab Terjadinya Gempa Bumi
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari
pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan
yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai
pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran
lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi. Gempa bumi biasanya
terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling
parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional.
Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer
yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa gempa bumi lain juga dapat
terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu
dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi
(jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di
balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga)
juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi
(contoh. Pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky
Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan
peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata
nuklir yang dilakukan pemerintah.
Gempa bumi yang disebabkan oleh
manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.
D. Beberapa Karakteristik
Goncangan Gempa
Pada lokasi bangunan, gempa bumi akan menyebabkan tanah
dibawah bangunan dan di sekitarnya tergoncang dan bergerak secara tak beraturan
(random).
Percepatan tanah terjadi dalam tiga dimensi membentuk
kombinasi frekwensi getaran dari 0,5 Hertz sampal 50 Hertz.
Jika bangunan kaku (fixed) terhadap tanah (dan tidak
dapat tergeser) gaya inersia yang menahan percepatan tanah akan bekerja pada
tiap-tiap elemen struktur dari bangunan selama gempa terjadi. Besarnya
gaya-gaya inersia ini tergantung dari berat bangunannya, semakin ringan berarti
semakin kecil gaya inersia yang bekerja dalam elemen struktur tersebut.
Tanggung jawab sebagai orang yang berkecimpung daIam
industri konstruksi adalah mendirikan bangunan sedemikian rupa sehingga
bangunan tetap mampu berdiri menahan gaya-gaya inersia tersebut. Pertanyaan
yang timbul kemudian, “Berapa kekuatan bangunan yang kita perlukan ?”.
E. Tingkat Pembebanan Gempa
Pada tahun 1981, studi untuk menentukan besarnya “beban
gempa rencana” sudah dilakukan. Studi ini adalah proyek kerja sama antara Pemerintah
Indonesia-New Zealand yang menghasilkan. Peraturan Muatan Gempa lndonesia.
Pada konsep peraturan tersebut ada 2 (dua) langkah
pendekatan untuk menghitung pembebanan gempa yang dapat digunakan.
Kriteria pertama, bahwa perencanaan pembebanan gempa sedemikian
rupa sehingga tidak terjadi kerusakan struktur atau kerusakan arsitektural
setiap kali terjadi gempa.
Kriteria kedua meskipun terjadi gempa yang hebat
bangunan tidak boleh runtuh tetapi hanya boleh kerusakan-kerusakan pada bagian
struktur yang tidak utama atau kerusakan arsitektur saja.
Telah diketahui bahwa adalah tidak ekonomis merencanakan
bangunan tahan gempa cara elastis. Jadi untuk gempa yang besar dimana
kemungkinan terjadinya kira-kira 15% dari umur bangunan tersebut, dipakai harga
perencanaan yang rendah dan perencanaan khusus serta ukuran detail-detail
diambil sedemikian sehingga menjamin beberapa bagian tertentu dari struktur
akan Ieleh (berubah bentuk dalam keadaan plastis) untuk menyerap sebagian
enersi gempa (yang berlaku untuk keadaan kenyal).
Besarnya harga beban rencana yang terjadi berhubungan
dengan beberapa faktor yang selengkapnya terdapat pada reference, yang
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Faktor Lapangan (site)
Gambar dibawah ini, menunjukkan enam jalur gempa di
Indonesia yang menentukan parameter dasar pembebanan
Parameter ini dimodifikasikan untuk perhitungan pada
kondisi tanah Lunak dimana goncangan tanah akibat gempa akan diperbesar (mengalami
pembesaran).
(Untuk Jakarta, pada zone 4 dan diatas tanah lunak koefisien beban
rencana lateral adalah 0,05 untuk struktur yang kaku seperti perumahan
bertingkat rendah.
2.
Faktor Bangunan
Beban yang terjadi pada suatu bangunan juga tergantung
pada keadaan (features) dari bangunan rersebut, yakni fleksibilitasnya, beratnya
dan behan bangunan untuk konstruksinya.
Biasanya suatu bangunan yang fIeksibel akan menerima
beban gempa yang Iebih kecil dibandingkan bangunan yang lebih kaku. Bangunan
yang lebih ringan akan menerimna beban gempa yang Iebih keciI dari pada bangun
yang berat dan bangunan yang kenyal akan menyerap beban gempa yang lebih kecil
dari pada bangunan yang getas yang mana dalam keadaan pengaruh gempa akan tetap
elastis atau runtuh secara mendadak.
Bangunan dari kayu digolongkan sebagai bangunan yang
kenyal. Untuk struktur kayu harus direncanakan dengan menggunakan Peraturan
Muatan Indonesia yang baru. Beban rencana adalah 33% - 50% dari gaya yang
menyebabkan struktur belum mulai Ieleh atau masih dalam keadaan elastis.
Reduksi ini tidaklah sama besarnya untuk bahan bangunan
yang lain, misalnya baja yang mempunyai kekenyalan yang lebih besar dari kayu.
Meskipun demikian kekenyalan dapat diciptakan dalam struktur kayu dengan
menggunakan alat penyambung yang kenyal pada tiap-tiap hubungan elemen stuktur
kayu tersebut. Pada umumnya, sambungan dengan paku memberikan kekenyalan yang
cukup.
3.
Tingkat Pembebanan Gempa untuk Bangunan Kayu
Dengan memperhatikan faktor lapangan dan faktor
bangunan, struktur kayu harus tetap mampu berdiri untuk menahan beban-beban
sebagai berikut : (Jakarta,
tanah lunak)
·
Rangka kayu kenyal : 0,05 *) x
1,7 = 0,085
·
Dinding geser kayu : 0,05 *) x
2,5 = 0,125
·
Konstruksi rangka kayu yang
diperkuat dengan batang pengaku diagonal: 0,05 *) x 3 = 0,15
Keterangan :
*) Faktor ini mempunyai harga maksimum 0,13 pada zone I dan 0 pada
zone 6.
Hal ini berarti, misalnya suatu dinding geser yang
terbuat dari plywood atau particle board, harus dapat menerima gaya horisontal
sebesar 0,125 x berat total dari bagian struktur yang membebani dinding
tersebut.
Meskipun suatu bangunan direncenakan dengan harga
pembebanan yang benar, mungkin bangunan. tersebut mengalami kerusakan akibat
gempa jika sebagian dari prinsip-prinsip utamanya tidak dipenuhi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bangunan Tahan Gempa
Membangun bangunan yang dapat menahan beban gempa adalah
tidak ekonomis. Oleh karena itu prioritas utama dalam membangun bangunan tahan
gempa adalah terciptanya suatu bangunan yang dapat mencegah terjadinya korban,
serta memperkecil kerugian harta benda. Dari hal tersebut pengertian bangunan
tahan gempa adalah:
·
Bila terjadi Gempa Ringan,
bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural
maupun pada komponen strukturalnya.
·
Bila terjadi Gempa Sedang,
bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya (plafond
runtuh, dinding retak) akan tetapi komponen struktural (kolom, balok, sloof)
tidak boleh rusak.
·
Bila terjadi Gempa Besar,
bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun
komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat,
artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk
keluar.
B. Prinsip-Prinsip Utama
Konstruksi Tahan Gempa
1.
Denah yang sederhana dan simetris
Penyelidikan kerusakan akibat gempa menunjukkan
pentingnya denah bangunan yang sederhana dan elemen-elemen struktur penahan
gaya horisontal yang simetris. Struktur seperti ini dapat menahan gaya gempa
Iebih baik karena kurangnya efek torsi dan kekekuatannya yang lebih merata.
2.
Bahan bangunan harus seringan mungkin
Seringkali, oleh karena ketersedianya bahan bangunan
tertentu. Arsitek dan Sarjana SipiI harus menggunakan bahan bangunan yang
berat, tapi jika mungkin sebaiknya dipakai bahan bangunan yang ringan.
Hal ini dikarenakan besarnya beban inersia gempa adalah
sebanding dengan berat bahan bangunan.
Sebagai contoh penutup atap genteng diatas kuda-kuda
kayu menghasilkan beban gempa horisontal sebesar 3 x beban gempa yang
dihasilkan oleh penutup atap seng diatas kuda-kuda kayu. Sama halnya dengan
pasangan dinding bata menghasiIkan beban gempa sebesar 15 x beban gempa yang
dihasilkan oleh dinding kayu.
3.
Perlunya sistim konstruksi penahan beban yang memadai
Supaya suatu bangunan dapat menahan gempa, gaya inersia
gempa harus dapat disalurkan dari tiap-tiap elemen struktur kepada struktur
utama gaya
honisontal yang kemudian memindahkan gaya-gaya ini ke pondasi dan ke tanah.
Adalah sangat penting bahwa struktur utama penahan gaya
horizontal itu bersifat kenyal. Karena, jika kekuatan elastis dilampaui,
keruntuhan getas yang tiba-tiba tidak akan terjadi, tetapi pada beberapa tempat
tertentu terjadi Ieleh terlebih dulu.
Suatu contoh misalnya deformasi paku pada batang kayu
terjadi sebelum keruntuhan akibat momen lentur pada batangnya.
Cara dimana gaya-gaya tersebut dialirkan biasanya
disebut jalur Iintasan gaya. Tiap-tiap bangunan harus mempunyai jalur lintasan
gaya yang cukup untuk dapat menahan gaya
gempa horisosontal.
Untuk memberikan gambaran yang jelas, disini diberikan
suatu contoh rumah sederhana dengan tiga hal utama yang akan dibahas yaitu
struktur atap, struktur dinding dan pondasi.
C. Struktur Atap
a.
Struktur atap
Jika tidak terdapat batang pengaku (bracing) pada
struktur atap yang menahan beban gempa dalam arah X maka keruntuhan akan
terjadi.
Jika lebar bangunan lebih besar dari lebar bangunan di
mungkin diperlukan 2 atau 3 batang pengaku pada tiap-tiap ujungnya.
Dengan catatan bahwa pengaku ini harus merupakan sistim
menerus sehingga semua gaya dapat dialirkan melalui batang-batang pengaku
tersebut. Gaya-gaya tersebut kemudian dialirkan ke ring balok pada ketinggian
langit-langit.
Gaya-gaya dari batang pengaku dan beban tegak lurus
bidang pada dinding menghasilkan momen lentur pada ring balok seperti terlihat
pada gambar dibawah ini :
Jika panjang dinding pada arah lebar (arah pendek) lebih
hesar dari 4 meter maka diperlukan batang pengaku horisontal pada sudut untuk
memindahkan beban dari batang pengaku pada bidang tegak dinding daIam arah X
dimana elemnen-elemen struktur yang menahan beban gempa utama.
Sekali lagi ring balok juga harus menerus sepanjang
dinding dalam arah X dan arah Y. Sebagai pengganti penggunaan batang pengaku
diagonal pada sudut, ada 2 (dua) alternatif yang dapat dipilih oIeh perencana;
1.
Ukuran ring balok dapat
diperbesar dalam arah horisontal, misalnya 15 cm menjadi 30cm atau sesuai
dengan yang dibutuhkan dalam perhitungan. Ring bolok ini dipasang diatas
dinding dalam arah X.
2.
Dipakai langit-langit sebagai
diafragma, misalnya plywood. Untuk beban gempa arah Y, sistim struktur dibuat
untuk mencegah ragam keruntuhan. Untuk mengalirkan gaya dari atap kepada
dinding dalam arah Y, salah satu alternatif diatas dapat dipilih yaitu
penggunaan batang pengaku horisontal ring balok atau memakai langit-langit
sebagai diafragma.
b.
Struktur dinding
Gaya-gaya aksial dalam ring balok harus ditahan oleh dinding. Pada dinding
bata gaya-gaya tersebut ditahan oleh gaya tekan diagonal yang diuraikan menjadi
gaya tekan dan gaya tarik. Gaya aksiaI yang bekerja pada ring balok juga dapat
menimbulkan gerakan berputar pada dinding. Putaran ini ditahan oleh berat
sendiri dinding, berat atap yang bekerja diatasnya dan ikatan sloof ke pondasi.
Jika momen guling lebih besar dari momen penahannya maka
panjang dinding harus diperbesar. Kemungkinan lain untuk memperkaku dinding
adalah sistim diafragma dengan menggunakan plywood, particle board atau
sejenisnya, atau pengaku diagonal kayu untuk dinding bilik.
Penggunaan dinding diafragma lebih dianjurkan karena
sering terjadi kesulitan untuk memperoleh sambungan ujung yang lebih pada
sistim pengaku diagonal.
Beban gempa yang bekerja pada arah Y ditahan dengan cara
yang sama dengan arah X Sebagai sistem struktur utama yang mana dinding harus
mampu menahan beban gempa yang searah dengan bidang dinding, dinding juga harus
mampu menahan gempa dalam arah yang tegak lurus bidang dinding.
Dengan alasan ini maka dinding bata (tanpa tulangan)
harus diperkuat dengan kolom praktis dengan jarak yang cukup dekat. Sebagai
pengganti kolom praktis ini dapat dipakai tiang kayu.
c.
Struktur pondasi
Struktur pondasi berperanan penting untuk memindahkan
beban gempa dari dinding ke tanah.
Pertama, pondasi harus dapat menahan gaya tarik vertikal
dan gaya tekan dari dinding. Ini berarti sloof menerima gaya geser dan momen lentur
sebagai jalur Iintasan gaya
terakhir sebelum gaya-gaya tersebut mencapai tanah.
Akhirnya sloof memindahkan gaya-gaya datar tersebut ke
pada tanah yang ditahan oleh daya dukung tanah dan tekanan tanah lateral.
Rumah yang terbuat dari kayu dengan lantai kayu dan
pondasi kayu seperti gambar-gambar di bawah ini memerlukan batang pengaku untuk
mencegah keruntuhan.
d. Meminimalisasi akibat
bencana alam gempa bumi pada rumah tinggal kita.
Secara geologis kepulauan Indonesia terletak pa da
pertemuan jalur gempa utama sehingga memiliki aktifitas gempa bumi yang cukup
tinggi. Pada beberapa tahun terakhir ini gempa bumi makin sering terjadi.
Sebagai peristiwa alam kemunculannya tiba-tiba dan sulit diduga. Belum ada
teknologi yang dapat meramalkan kapan dan dimana terjadinya. Sehingga
seringkali banyak korban jiwa yang menyertai terjadinya gempa bumi.
Mayoritas korban tewas disebabkan oleh runtuhnya
bangunan. Kebanyakan bangunan terutama
rumah tinggal dibangun tanpa memperhatikan prinsip-prinsip rumah tahan gempa untuk
menghemat biaya. Padahal membangun rumah tahan gempa adalah suatu keharusan di
daerah rawan gempa seperti Indonesia. Masalah biaya itu relatif dan masih bisa
dikelola secara kreatif. Apalagi jika kita tau akibatnya jika gempa terjadi.
Sebenarnya tidak ada rumah yang benar-benar tahan
gempa. Tentunya semakin besar gempa
terjadi semakin besar juga kerusakannya.
Tugas kita adalah membuat kerusakan bangunan seminimal mungkin. Kriteria
bangunan tahan gempa adalah sebagai berikut :
1.
Bila terjadi gempa ringan,
bangunan tidak mengalami kerusakan baik secara struktural maupun non structural
2.
Bila terjadi gempa sedang,
komponen bangunan non struktural boleh rusak tetapi komponen struktural nya
tetap utuh.
3.
Bila terjadi gempa besar,
bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non struktural maupun
struktural, tetapi tersedia selang waktu bagi evakuasi penghuni bangunan
tersebut keluar sebelum bangunan runtuh.
Mari kita perhatikan prinsip-prinsip utama dalam
membangun rumah tahan gempa.
e. Denah yang sederhana dan
simetris.
Denah yang sederhana dan simetris akan memudahkan kita
menentukan letak titik-titik kolom dan pondasi yang akan menjadi rangka
struktuk utama pada rumah kita. Misalnya untuk kolom beton bertulang yang ideal
untuk rumah tinggal biasanya berjarak 3 - 4 m.
Struktur bangunan sederhana dan simetris dapat menahan
gaya gempa yang lebih baik dari pada bangunan dengan bentuk yang tidak
beraturan. Ini disebabkan karena gaya
gempa yang terjadi dapat terdistribusi secara merata ke semua elemen struktur.
f. Pemilihan material
bangunan yang ringan
Besarnya gaya gempa yang menimpa sebuah bangunan
berbanding lurus dengan berat bangunan itu sendiri. Itu sebabnya penting untuk
membuat bangunan menjadi lebih ringan dengan menggunakan bahan bangunan yang
ringan.
Jepang merupakan Negara dengan teknologi konstruksi
tahan gempa yang terbaik. Itu karena wilayah mereka memang sangan rawan
terhadap gempa. Kalau diperhatikan sebagian rumah-rumah tradisional Jepang
berstruktur kayu dan umumnya satu tingkat. Partisi antar ruangan memakai bilah
bambu dan kertas yang sangat ringan.
Rumah tradisional Indonesia ternyata dirancang tahan
gempa oleh nenek moyang kita. Pemakaian struktur kayu dan bambu dengan atap
memakai rumbia atau ijuk terbukti dapat bertahan ketika ada goncangan gempa
Banyak material di pasaran sekarang yang mendukung
perencanaan rumah tahan gempa. Pemakaian dinding beton aerasi atau bata ringan
juga lebih baik dari bata dan batako. Untuk atap juga dipakai rangka baja
ringan dan genteng aspal atauseng gelombang. Pemakaian partisi dari gypsum atau
GRC juga dapat membuat massa bangungan menjadi lebih ringan.
g. Sistem Konstruksi Penahan
Beban
Pada konstruksi rumah tahan gempa perlu diperhatikan
agar struktur pondasi, kolom, balok dan struktur atap menyatu dengan sambungan
yang memadai. Untuk konstruksi kayu
selain perlu tambahan struktur menyilang ( bracing ) harus dilengkapi dengan
plat baja pengikat di setiap pertemuan (joint) sehingga menjamin fleksibilitas
geraknya.
Bangunan dengan struktur beton bertulang harus memakai
tulangan yang tepat sesuai dengan perhitungan strukturnya, baik tulangan utama
maupun cincinnya. Sambungan antara kolom, pondasi dan sloof pun harus
diperhatikan detailnya agar mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan beban
gempa.
D. KONSEP GEDUNG dan RUMAH TAHAN
GEMPA
1. Bangunan Gedung Tidak Bertingkat dengan
Konstruksi Rangka Balok dan Kolom dari Beton Bertulang
d. Pengadukan beton sedapat mungkin menggunakan alat pencampur
beton (beton molen).
e. Apabila pencampuran beton dilakukan secara manual yang
pengadukan betonnya menggunakan tenaga manusia, dianjurkan untuk mengunakan bak
dari bahan metal atau bahan lain yang kedap air.
f. Kekuatan tarik baja minimum 2400 kg/cm2.
g. Diameter tulangan utama untuk balok lintel, ring balok dan
kolom minimum ∅ 10 mm, dan untuk sengkang minimum ∅ 6 mm dengan jarak as ke as sengkang 15 cm.
h. Diameter tulangan utama untuk balok sloof/balok pengikat
pondasi minimum ∅ 12 mm, dan ukuran sengkang minimum ∅ 8 mm dengan jarak as ke as sengkang 15 cm.
i. Agar diperoleh efek angkur yang maksimum dari besi tulangan,
maka pada setiap ujung tulangan harus ditekuk ke arah dalam balok hingga 115o, seperti
ditunjukan pada Gambar 2.
Gambar 2 Tekukan besi untuk mendapatkan efek angkur
Agar memudahkan dalam pengerjaan
pengecoran beton dan mendapatkan hasil beton yang berkualitas baik, maka
dianjurkan untuk mengunakan ukuran penampang balok minimum 15 cm x 20 cm dan
ukuran penampang kolom minimum 15 cm x 15 cm.
Gambar 2 Bangunan
gedung konstruksi rangka sederhana beton bertulang dengan dinding pasangan
Balok lintel harus diikatkan ke
kolom dengan detailing penulangan pada sambungan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 3 Detail
hubungan balok lintel dengan kolom tengah
Ring balok harus diikatkan pada kolom-kolom rangka
dengan detailing sambungan seperti terlihat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4 Detail hubungan balok tengah dengan ring
balok
Sambungan kolom dengan balok sloof, detail penulangan
ditunjukan pada Gambar 5.
Gambar 5 Detail
penulangan pertemuan balok sloof dengan kolom
Gambar 6 Detail
penulangan pertemuan balok sloof dengan kolom
2.
Bangunan Gedung Bertingkat dengan Konstruksi
Rangka Balok dan Kolom dari Beton Bertulang
Penempatan dan pengaturan tulangan, terutama pada
sambungan-sambungan harus mendapat perhatian atau pengawasan khusus.
Ujung-ujung tulangan harus dijangkarkan dengan baik. Gambar 7 merupakan contoh
struktur beton bertulang untuk bangunan gedung bertingkat. Gambar
Gambar 7 Sistem struktur rangka pemikul beban
dari beton bertulang
Gunakan kekuatan tekan beton
minimum 175 kg/cm2, dan kekuatan tarik baja 2400 kg/cm2.
Diameter tulangan sengkang minimum baik untuk balok maupun kolom
adalah ∅ 8 mm, jarak sengkang dan luas tulangan atas dan tulangan bawah
dari balok dan plat harus dihitung berdasarkan peraturan yang berlaku, begitu
juga untuk luas tulangan untuk kolomnya.
Pada setiap penampang balok dan kolom harus terpasang minimum
empat batang besi tulang.
A. Hubungan Plat Lantai dengan Balok
Gambar 8 adalah detail hubungan plat lantai dengan balok, tulangan atas
plat menerus melewati balok bagian dalam dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk
mendapatkan panjang penyaluran, dimana d adalah diameter tulangan plat.
Sedangkan tulangan plat bawah menerus ke dalam balok dan tidak perlu ditekuk.
Gambar 8 Detail penulangan hubungan Pelat lantai dengan balok
B. Hubungan Balok Anak dan Balok Induk
Tulangan atas balok anak menerus melewati balok induk bagian dalam
dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk mendapatkan panjang penyaluran, dimana d
adalah diameter tulangan balok anak. Sedangkan tulangan bawah balok anak
menerus ke dalam balok induk dan ditekuk keatas hingga 30 d untuk panjang
penyalurannya.
Jarak sengkang maksimum (S.1) untuk balok anak adalah 2/3 tinggi
balok atau 20 cm, ambil yang terkecil.
Gambar 8 Detail
penulangan pada hubungan balok anak dengan balok induk
C. Hubungan Balok Atap dengan Kolom Pinggir (Detail A)
Tulangan atas balok atap menerus melewati kolom bagian dalam dan
ditekuk kebawah hingga 40 d untuk mendapatkan panjang penyaluran, dimana d
adalah diameter tulangan balok atap. Sedangkan tulangan bawah balok atap
menerus ke tengah kolom dan ditekuk ke bawah hingga 40 d untuk panjang
penyalurannya.
Gambar 9 Detail A, penulangan hubungan
balok ujung atas (atap) dengan balok pinggir
Jarak sengkang maksimum balok anak di sepanjang 2 kali tinggi
balok atap (S.2) dari muka kolom adalah ¼ tinggi balok anak atau 16 kali
diameter tulangan balok atap atau 15 cm, ambil yang terkecil. Jarak sengkang
maksimum balok atap di tengah bentang (S.3) adalah jarak terkecil dari ½ tinggi
balok atap atau 15 cm (lihat Gambar 9).
Sengkang kolom menerus hingga melewati ke dalam balok atap.
Jarak sengkang (S.4) maksimum untuk kolom di sepanjang mulai dari atas balok
atap sampai dengan 1/6 kali tinggi kolom, atau 45 cm dari permukaan bagian
bawah balok atap adalah 10 cm. Sedangkan jarak sengkang maksimum untuk kolom di
bagian tengah (S.5) adalah ½ lebar kolom atau 20 cm, ambil yang terkecil (lihat
Gambar 9). Sengkang balok atap tidak menerus melewati
kolom tapi berhenti di sejarak (S.6) maksimum 7,5 cm dari muka kolom (lihat
Gambar 9). Panjang penyaluran pada sambungan besi
tulangan pada kolom maupun balok adalah minimum 40 d, dengan d = diameter
tulangan balok atau kolom. Sambungan besi harus ditempatkan pada ¼ bentang
balok atau di setengah tinggi kolom.
D. Hubungan Balok Lantai dengan Kolom Pinggir (Detail B)
Gambar 10a dan 10b merupakan sketsa detail penulangan pada hubungan balok lantai
dengan kolom pinggir. Ketentuan jarak sengkang, panjang penyaluran dan penempatan
sambungan adalah sama dengan ketentuan yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya
Gambar
10a. Hubungan balok lantai dengan kolom
Gambar 10b. Detail B, penulangan
hubungan balok lantai dengan kolom pinggir
E. Hubungan
Balok Lantai dengan Kolom Tengah (Detail C)
Tulangan memanjang atas pada balok di
daerah sepanjang 2 kali tinggi balok dari muka kolom harus dipasang 3 batang
tulangan, sedangkan ditengah bentang minimal 2 batang. Tulangan memanjang bawah
pada balok harus dipasang minimal 2 batang di sepanjang bentang balok.
Tulangan memanjang pada kolom minimum
4 batang disepanjang ketinggian kolom.
Baik tulangan memanjang balok maupun kolom harus menerus dan saling
melewati panel hubungan kolom dan balok.
Gambar 11 Detail C, penulangan pada hubungan balok
lantai dengan kolom tengah
Gambar 12 Detail penulangan pada hubungan balok lantai dengan kolom tengah (lanjutan)
F. Hubungan Pondasi Menerus Batu Kali dengan Kolom Sudut (Detail D)
Tulangan memanjang kolom harus menerus melewati balok sloof dan
ditekuk ke dalam balok sloof hingga panjang 40 d untuk panjang penyaluran,
dimana d adalah diameter tulangan memanjang kolom.
Tulangan memanjang balok sloof menerus melewati dan ditekuk ke balok
sloof yang lainya yang saling tegak lurus.
Gambar 13 Detail hubungan kolom dengan fondasi
G. Hubungan Pondasi Menerus Batu Kali dengan Kolom Tengah
Tulangan memanjang kolom menerus melewati balok sloof dan ditekuk
ke dalam balok sloof di sebelah kiri dan kanan kolom (panjang penyaluran sama
dengan ketentuan sebelumnya). Balok sloof dengan pondasi dihubungkan dengan
angker dari besi dengan diameter 12 mm, dan dipasang pada setiap 1,5 m.
Gambar 14 Detail penulangan pada
hubungan kolom tengah dengan sloof
H. Hubungan Kolom, Balok Sloof/Balok Pengikat dengan Pondasi Setempat
dari Beton Bertulang
Tulangan memanjang balok sloof menerus melewati kolom dan ditekuk
ke atas. Tulangan memanjang kolom menerus masuk ke pondasi setempat dan ditekuk
ke kanan dan ke kiri di dalam telapak pondasi.
Tulangan sengkang kolom melewati balok sloof dengan jarak sengkang
seperti terlihat pada Gambar 81 di bawah ini
Gambar
15 Detail penulangan pada hubungan balok pengikat/sloof dengan kolom
(
alternatif jika digunakan fondasi setempat )
Gambar
16 Detail penulangan pada hubungan balok pengikat/sloof dengan kolom
(
lanjutan )
3.
Konsep Rumah Tahan Gempa
Denah Bangunan :
·
Denah yang terlalu panjang
harus dipisahkan (Gambar 1.a)
·
Denah berbentuk L harus dipisahkan
(Gambar 1.b)
·
Denah berbentuk U harus
dipisahkan (Gambar 1.C)
Bangunan Tembok :
·
Dinding bata harus kuat dengan
kolom,sloof, ring balok dari beton atau kayu
·
Dinding bata harus angker
terhadap kolom,sloof dan ring balok
·
Sloof harus diberi angker
terhadap pundasi
Bangunan Kayu :
·
Hubungan antara kolom dan balok
atap harus diberi balok penapong diagonal dan datar
·
Hubungan antara balok lantai
dan kolon harus diberi balok panopang diagonal dan datar
·
Pundasi umpak harus tertanam
sedalam > 20 cm ke dalam tanah
Selain struktur rumah perlu diperhatikan juga mengenai
interior rumah. Lihat satu persatu
ruangan yang ada di rumah kita dan bayangkan apa yang akan terjadi pada saat
gempa. Lihatlah benda apa saya yang mungkin bisa jatuh dan menimpa kita.
Mengatur barang-barang berat untuk ditempatkan di lantai. Lemari sebaiknya
diikat ke dinding dengan dipaku, skrup atau diberi siku. Benda-benda yang mudah
terbakar harus disimpan di tempat yang aman dan tidak mudah pecah.
Teknologi rumah tahan gempa cepat bangun
Teknologi yang biasa dikembangkan oleh berbagai pihak
sebagai solusi rumah cepat bangun, biasa dibuat dari konstruksi sederhana
dengan jenis bahan struktur konstruksi ringan dan penutup atap dan dinding yang
ringan pula. Struktur penyangga rumah sederhana cepat bangun bisa dibuat dari
rangka besi, kayu, maupun bambu. Pada prinsipnya rancangan tersebut dapat
mempertahankan kekakuan struktur serta memiliki fleksibilitas untuk bergerak
bersama gempa, serta mempertahankan penutup atap dan dinding pada tempatnya
dengan sedikit kerusakan.
Dibawah ini terdapat leaflet pedoman praktis pembangunan
rumah kayu tahan gempa yang dibuat oleh Departemen Pekerjaan Umum.
Teknologi bangunan konvensional bangunan batu-bata dengan struktur
beton bertulang
Konsep hunian tahan gempa adalah bangunan yang dapat
bertahan dari keruntuhan akibat getaran gempa, serta memiliki fleksibilitas
untuk meredam getaran. Prinsipnya pada dasarnya ada dua: kekakuan struktur dan
fleksibilitas peredaman.
Prinsip Kekakuan struktur rumah menjadikan struktur
lebih solid terhadap goncangan. Terbukti, bahwa struktur kaku seperti beton
bertulang bila dibuat dengan baik dapat meredam getaran gempa dengan baik. Hal
ini berarti memperhatikan sungguh-sungguh struktur yang dibuat pada saat pembangunan
agar dapat lebih kuat dan lebih kaku. Kekakuan struktur dapat menghindarkan
kemungkinan bangunan runtuh saat gempa terjadi. Kolom-kolom dan balok pengikat
harus kuat dan ditopang oleh pondasi yang baik pula.
Prinsip Fleksibilitas: Adanya kemungkinan struktur bangunan dapat bergerak dalam skala kecil, misalnya dengan menggunakan prinsip hubungan roll pada tumpuan-tumpuan beban. Yang dimaksud hubungan tumpuan roll adalah jenis hubungan pembebanan yang dapat bergerak dalam skala kecil untuk meredam getaran. Ini adalah salah satu contoh saja.
Prinsip Fleksibilitas: Adanya kemungkinan struktur bangunan dapat bergerak dalam skala kecil, misalnya dengan menggunakan prinsip hubungan roll pada tumpuan-tumpuan beban. Yang dimaksud hubungan tumpuan roll adalah jenis hubungan pembebanan yang dapat bergerak dalam skala kecil untuk meredam getaran. Ini adalah salah satu contoh saja.
Prinsip penggunaan bahan material yang ringan dan
‘kenyal’: yaitu menggunakan bahan-bahan material ringan yang tidak lebih
membahayakan bila runtuh, dan lebih ringan sehingga tidak sangat membebani
struktur yang ada. Contohnya struktur kayu yang dapat menerima perpindahan
hubungan antar kayu dalam skala gempa sedang.
Prinsip massa yang terpisah-pisah: yaitu memecah
bangunan dalam beberapa bagian struktur yang lebih kecil, sehingga struktur ini
tidak terlalu besar, terlalu panjang karena bila terkena gempa harus meredam
getaran lebih besar.
Sistem pondasi yang ada saat ini yaitu pondasi
tradisional dengan bahan batu kali harus diperhatikan dengan baik; antara lain
diusahakan memiliki kemampuan meredam getaran dengan memberikan celah untuk
bergerak pada hubungan antara pondasi dengan sloof, pondasi dengan kolom. Cara
ini juga bisa didukung dengan memberikan bahan seperti pecahan kaca diantara
pondasi dan sloof.
Untuk dinding, sebenarnya dinding rumah2 tradisional
banyak yang sudah sesuai untuk menghadapi gempa, antara lain dinding dari bahan
bambu maupun tanaman lainnya. Dinding semacam ini dapat menerima getaran gempa
dengan sangat baik. Bahkan rumah-rumah joglo kuno dapat bertahan dengan baik
saat gempa.
Untuk kondisi dewasa ini, bahan seperti lembaran
komposit (misalnya dinding Hebel), gypsum dan bahan ringan lainnya dapat dengan
baik bertahan saat gempa karena ringan dan kuatnya. Selain itu kondisi bahan
lembaran solid ini dapat digabungkan dengan fleksibilitas penyambungan dengan
kolom-kolom untuk meredam getaran.
Jika memakai batu bata, usahakan agar terdapat penguatan
lebih banyak dengan menggunakan kolom-kolom praktis sebagai pengaku. Jangan pernah
meletakkan beban atap langsung pada dinding bata. Dinding bata juga perlu untuk
diberi angkur pada kolom setiap jarak susunan 8 bata. Dinding bata yang diberi
angkur dapat bertahan lebih baik saat gempa karena ditahan oleh kolom dan tidak
ambruk.
Jenis atap yang ringan menggunakan kayu dapat
dimaksimalkan ketika menghadapi gempa dengan membuat angkur pada ring balok,
dimana angkur ini diberi celah untuk bergerak dengan sistem hubungan roll.
Jenis atap yang cukup baik adalah atap yang ringan, menggunakan penutup atap
ringan seperti lembaran komposit, namun bahan ini kurang diminati karena secara
tampilan kurang bagus dibandingkan penutup atap genteng.
Beton harus diperkuat agar tidak mudah ambruk, secara
keseluruhan, kolom dan balok beton menyangga keseluruhan bangunan, karenanya
bila struktur ini tidak kuat menahan gempa, maka keseluruhan bangunan juga
tidak kuat. Usahakan untuk membagi bangunan dalam beberapa kelompok struktur,
misalnya menggunakan prinsip dilatasi (pemisahan struktur) antara satu massa
dengan massa bangunan lain. Contohnya; memisahkan area ruang keluarga dengan
area kamar-kamar secara struktural (meskipun secara organisasi ruang tetap
menyatu).
Bangunan dengan bahan tripleks kurang disarankan, karena
mudahnya terbakar. Bahan ringan lain yang dapat disarankan sebagai pengganti
adalah gypsum atau dinding komposit. Untuk kawasan ibukota, bahan-bahan
tersebut secara estetis dapat diterima lebih baik. Bangunan yang atapnya dari
alang2 atau jerami dapat diterima bila memang konsep bangunannya tradisional,
atau memang dari awalnya tradisional, serta gaya hidup penghuninya sesuai untuk
rumah tinggal tradisional (misalnya karena perawatan yang lebih banyak
dibandingkan bahan atap modern). Bangunan seperti ini, digabungkan dengan
cara-cara membangun tradisional seperti menggunakan kolom bambu, malah sangat
baik bertahan dalam kondisi gempa.
Rancangan interior sebaiknya disesuaikan bila kita
concern terhadap masalah gempa ini. Pilihlah jenis furniture yang ringan dan
tidak menghalangi saat dibutuhkan evakuasi gempa.
Pada dasarnya bahan-bahan bangunan yang ada saat ini
dapat ditingkatkan lagi mutunya dalam menghadapi gempa, serta diperlukan
inovasi dalam pengadaan material baru yang dapat menunjang keamanan saat gempa,
seperti konstruksi yang ringan, fleksibel dan kuat. Yang paling penting
diperhatikan melihat tren saat ini adalah; membuat bangunan dengan cara
membangun yang lebih baik, seperti memperkuat dinding dengan angkur, kolom-kolom
praktis, dan sebagainya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bangunan gedung
tahan gempa daerah-daerah yang mempunyai
tingkat resiko gempa yang tinggi diantara beberapa daerah gempa diseIuruh
dunia. Data-data terakhir yang berhasil
direkam menunjukkan bahwa rata-rata setiap tahun terjadi sepuluh kegiatan gempa bumi yang
mengakibatkan kerusakan yang cukup besar di Indonesia. Sebagian terjadi pada
daerah lepas pantai dan sebagian lagi pada daerah pemukiman.
B. Saran
Kedepannya agar lebih baik dari
makalah ini,serta ditunjang dengan literatur materi yang lebih banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Direktorat
Penyelidikan Masalah Bangunan, “ Pedoman Teknik Perencanaan dan
Pembangunan Perumahan Desa Tahan Gempa ”, Bandung 1979.
2.
Ir. Teddy
Boen, “ Manual Bangunan Tahan Gempa ”, Yayasan Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung.
3.
Ir.
Murdiati Munandar, Dipl.E.Eng., “Bangunan Tahan Gempa di Lokasi Mitigasi,
Liwa, Lampung Barat ”, Jurnal Penelitian Puslitbang Permukiman, Bandung, 2000.
4.
Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa
5.
SNI-03-1726-2003-Perenc-Tahan-Gempa-pada-Gedung
6.
http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi diakses tanggal 1
November 2009,18.33 WIB
gan kok gambarnya gak kebuka??
BalasHapus