BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
fenomena pada objek dan ruangan juga merupakan dari cahaya. Secara umum, keseluruhan bagian tersebut merupakan fenomena bumi dan langit. Langit sebagai asal cahaya dan bumi sebagai infestasinya. Oleh karena itu cahaya adalah kesatuan dari alam semesta. Selalu sama dan berbeda, cahaya menyatakan sesuatu.
Di dalam arsitektur pemanfaatan pencahayaan alami selalu menjadi bagian penting yang selalu diperhitungkan dalam perancangan. Pencahayaan alami mampu menciptakan ruangan secara visual. Menurut Lechner perancang yang peka selalu menyadari bahwa apa yang kita lihat merupakan konsekuensi baik dari kualitas rancangan maupun kualitas cahaya yang jatuh ke atasnya.
Pencahayaan alami pada ruangan difungsikan untuk memenuhi kebutuhan ruang akan cahaya, dan untuk segi estetika. Kualitas ruang yang tida sesuai dengan fungsi ruangan berakibat pada tidak berjalan dengan baik kegiatan yang ada. Ruang dengan cahaya yang sedikit menyebabkan ruang tersebut menjadi gelap dan dingin. Pencahayaan yang terlalu terang akan meyebabkan silau dan kurang baik bagi mata. Kenyamanan berada pada suatu ruangan dapat diciptakan dari kualitas pencahayaan dalam ruangan tersebut. Untuk memperoleh kenyamanan visual dalam ruangan,pencahayaan dapat dirancang untuk menonjolkan obyek, atau menambah daya tarik khusus dari sudut-sudut ruang.
Isu yang berkembang tentang pembahasan pencahayaan alami menyatakan bahwa kualitas pencahayaan alami yang baik tidak terlepas dari distribusi cahaya yang masuk melalui jendela (bukaan) dan orientasi arah bukaan. Semakin luas bukaan maka akan semakin banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Kualitas pencahayaan alami yang baik juga pengaruhi oleh letak bukaan terhadap arah datangnya sinar matahari.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. mengetahui pengaruh letak bukaan pencahayaan alami terhadap kulaitas pencahayaan kamar tidur.
2. Mengetahui kondisi intensitas pencahayaan di dalam kamar tidur.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini baik dalam disiplin ilmu arsitektur maupun disiplin ilmu pasti yang lainnya, yang bertujuan untuk mengetahui tentang pemanfaatan pencahayaan alami dalam bentuk kualitas visual ruang kamar tidur.
BAB II
DASAR TEORI
A. DEFINISI
Pencahayaan alami dapat juga diartikan sebagi cahaya yang masuk kedalam ruangan pada bangunan yang berasal dari cahaya matahari. Sebelum masuk kedalam ruangan melalui bukaan, cahaya ini dapat diproses terlebih dahulu dengan menggunakan “shading” . Shading dimaksud sebagai penyaring cahaya yang masuk kedalam ruangan sehingga menghasilkan kualitas pencahayaan pada ruangan yang diinginkan.
B. Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung
1. Ruang lingkup.
1.1 Standar,tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi para perancang dan pelaksana pembangunan gedung di dalam merancang sistem pencahayaan alami siang hari, dan bertujuan agar diperoleh sistem pencahayaan alami siang hari yang sesuai dengan syarat kesehatan, kenyamanan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku.
1.2 Standar ini mencakup persyaratan minimal sistem pencahayaan alami siang hari dalam bangunan gedung.
2. Acuan.
a. SNI. No. 03-2396-1991 : Tata cara perancangan Penerangan alami siang hari untuk rumah dan gedung.
b. Natuurkundige Grondslagen Voor Bouurvorrschriften, 1951, Deel 11, “Dagverlichting Van Woningen (NBG II 1951).
c. Hopkinson (et.al), 1966, Daylighting, London.
d. Adhiwiyogo. M.U, 1969 ; Selection of the Design Sky for Indonesia based on the Illumination Climate of Bandung. Symposium of Enviromental Physics as Applied to Building in the Tropics.
3. Istilah dan definisi.
3.1 bidang lubang cahaya efektif. bidang vertikal sebelah dalam dari lubang cahaya.
3.2 faktor langit ( fl ) angka karakteristik yang digunakan sebagai ukuran keadaan pencahayaan alami siang hari diberbagai tempat dalam suatu ruangan.
3.3 langit perancangan langit dalam keadaan yang ditetapkan dan dijadikan dasar untuk perhitungan.
3.4 lubang cahaya efektif untuk suatu titik ukur bagian dari bidang lubang cahaya efektif lewat mana titik ukur itu melihat langit.
3.5 terang langit sumber cahaya yang diambil sebagai dasar untuk penentuan syarat-syarat pencahayaan alami siang hari.
3.6 titik ukur titik di dalam ruangan yang keadaan pencahayaannya dipilih sebagai indikator untuk keadaan pencahayaan seluruh ruangan.
4. Kriteria Perancangan
4.1 Ketentuan Dasar.
4.1.1 Pencahayaan Alami Siang Hari yang Baik
Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila :
a. pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat, terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan.
b. distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang mengganggu.
4.1.2 Tingkat Pencahayaan Alami dalam Ruang.
Tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat pencahayaan langit pada bidang datar di lapangan terbuka pada waktu yang sama.
Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan pencahayaan alami pada bidang datar di lapangan terbuka ditentukan oleh :
a. hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya.
b. ukuran dan posisi lubang cahaya.
c. distribusi terang langit.
d. bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur.
4.1.3 Faktor Pencahayaan Alami Siang Hari.
Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut.
a. Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari 3 komponen meliputi :
1. Komponen langit (faktor langit-fl) yakni komponen pencahayaan langsung dari cahaya langit.
2. Komponen refleksi luar (faktor refleksi luar - frl) yakni komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang bersangkutan.
3. Komponen refleksi dalam (faktor refleksi dalam frd) yakni komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi permukaan-permukaan dalam ruangan, dari cahaya yang masuk ke dalam ruangan akibat refleksi benda-benda di luar ruangan maupun dari cahaya langit (lihat gambar 1).
b. Persamaan-persamaan untuk menentukan faktor pencahayaan alami Faktor pencahayaan alami siang hari ditentukan oleh persamaan-persamaan berikut ini
1. fl = { arctan L/D - arctan } ………….1
keterangan : L = lebar lubang cahaya efektif.
H = tinggi lubang cahaya efektif.
D = jarak titik ukur ke lubang cahaya
2. frl = (fl)p x Lrata-rata…………….…………………………..2
3. frd = x (C.Rfw + 5.Rcw)…………………………3 Keterangan :
(fl)p = faktor langit jika tidak ada penghalang. Lrata-rata = perbandingan antara luminansi penghalang dengan luminansi rata-rata langit.
kaca = faktor transmisi cahaya dari kaca penutup lubang cahaya, besarnya c tergantung pada jenis kaca yang nilainya dapat diperoleh dari katalog yang dikeluarkan oleh produsen kaca tersebut.
A = luas seluruh permukaan dalam ruangan
R = faktor refleksi rata-rata seluruh permukaan
W = luas lubang cahaya.
Rcw = faktor refleksi rata-rata dari langit-langit dan dinding bagian atas dimulai dari bidang yang melalui tengah-tengah lubang cahaya, tidak termasuk dinding dimana lubang cahayaterletak.
C = konstanta yang besarnya tergantung dari sudut penghalang.
Rfw = faktor refleksi rata-rata lantai dan dinding bagian bawah dimulai dari bidang yang melalui tengah-tengah lubang cahaya, tidak termasuk dinding dimana lubang cahaya terletak.
4.1.4 Langit Perancangan
a. Dalam ketentuan ini sebagai terang langit diambil kekuatan terangnya langit yang dinyatakan dalam lux.
b. Karena keadaan langit menunjukkan variabilitas yang besar, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh keadaan langit untuk dipilih dan ditetapkan sebagai Langit Perancangan adalah :
1. bahwa langit yang demikian sering dijumpai.
2. memberikan tingkat pencahayaan pada bidang datar di lapanganterbuka, dengan nilai dekat minimum, sedemikian rendahnya hingga frekuensi kegagalan untuk mencapai nilai tingkat pencahayaan ini cukup rendah.
3. nilai tingkat pencahayaan tersebut dalam butir 2) pasal ini tidak boleh terlampau rendah sehingga persyaratan tekno konstruktif menjadi terlampau tinggi.
c. Sebagai Langit Perancangan ditetapkan :
1. langit biru tanpa awan atau
2. langit yang seluruhnya tertutup awan abu-abu putih.
d. Langit Perancangan ini memberikan tingkat pencahayaan pada titik-titik di bidang datar di lapangan terbuka sebesar 10.000 lux. Untuk perhitungan diambil ketentuan bahwa tingkat pencahayaan ini asalnya dari langit yang keadaannya dimana-mana merata terangnya (uniform luminance distribution).
4.1.5 Faktor Langit
Faktor langit (fl) suatu titik pada suatu bidang di dalam suatu ruangan adalah angka perbandingan tingkat pencahayaan langsung dari langit di titik tersebut dengan tingkat pencahayaan oleh Terang Langit pada bidang datar di lapangan terbuka.
Pengukuran kedua tingkat pencahayaan tersebut dilakukan dalam keadaan sebagai berikut :
a. Dilakukan pada saat yang sama.
b. Keadaan langit adalah keadaan Langit Perancangan dengan distribusi terang yang merata di mana-mana.
c. Semua jendela atau lubang cahaya diperhitungkan seolah-olah tidak ditutup dengan kaca.
Suatu titik pada suatu bidang tidak hanya menerima cahaya langsung dari langit tetapi juga cahaya langit yang direfleksikan oleh permukaan di luar dan di dalam ruangan.
Perbandingan antara tingkat pencahayaan yang berasal dari cahaya langit baik yang langsung maupun karena refleksi, terhadap tingkat pencahayaan pada bidang datar di lapangan terbuka disebut faktor pencahayaan alami siang hari. Dengan demikian faktor langit adalah selalu lebih kecil dari faktor pencahayaan alami siang hari. Pemilihan faktor langit sebagai angka karakteristik untuk digunakan sebagai ukuran keadaan pencahayaan alami siang hari adalah untuk memudahkan perhitungan oleh karena fl merupakan komponen yang terbesar pada titik ukur.
4.1.6 Titik Ukur
a. Titik ukur diambil pada suatu bidang datar yang letaknya pada tinggi 0,75 meter di atas lantai. Bidang datar tersebut disebut bidang kerja (lihat gambar 2 ).
Gambar 2.: Tinggi dan Lebar cahaya efektif
b. Untuk menjamin tercapainya suatu keadaan pencahayaan yang cukup memuaskan maka Faktor Langit (fl) titik ukur tersebut harus memenuhi suatu nilai minimum tertentu yang ditetapkan menurut fungsi dan ukuran ruangannya.
c. Dalam perhitungan digunakan dua jenis titik ukur :
1. titik ukur utama (TUU), diambil pada tengah-tengah antar kedua dinding samping, yang berada pada jarak 13 d dari bidang lubang cahaya efektif.
2. titik ukur samping (TUS), diambil pada jarak 0,50 meter dari dinding samping, yang juga berada pada jarak 13 d dari bidang lubang cahaya efektif, dengan d adalah ukuran kedalaman ruangan, diukur dari mulai bidang lubang cahaya efektif hingga pada dinding seberangnya, atau hingga pada “bidang” batas dalam ruangan yang hendak dihitung pencahayaannya itu (lihat gambar 3a dan 3b ).
d. Jarak “d” pada dinding tidak sejajar Apabila kedua dinding yang berhadapan tidak sejajar, maka untuk d diambil jarak di tengah antara kedua dinding samping tadi, atau diambil jarak rata-ratanya.
e. Ketentuan jarak “1/3.d” minimum Untuk ruang dengan ukuran d sama dengan atau kurang daripada 6 meter, maka ketentuan jarak 1/3.d diganti dengan jarak minimum 2 meter.
4.1.7 Lubang Cahaya Efektif
Bila suatu ruangan mendapatkan pencahayaan dari langit melalui lubang-lubang cahaya di beberapa dinding, maka masing-masing dinding ini mempunyai bidang lubang cahaya efektifnya sendiri-sendiri (lihat gambar 4 ).
Gambar 4.: Penjelasan mengenai jarak d
Umumnya lubang cahaya efektif dapat berbentuk dan berukuran lain daripada lubang cahaya itu sendiri.
Hal ini, antara lain dapat disebabkan oleh :
a. penghalangan cahaya oleh bangunan lain dan atau oleh pohon.
b. Bagian-bagian dari bangunan itu sendiri yang karena menonjol menyempitkan pandangan ke luar, seperti balkon, konstruksi “sunbreakers” dan sebagainya.
c. Pembatasan-pembatasan oleh letak bidang kerja terhadap bidang lubang cahaya .
d. Bagian dari jendela yang dibuat dari bahan yang tidak tembus cahaya.
4.2 Persyaratan teknis.
4.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Kualitas Pencahayaan.
a. Kualitas pencahayaan yang harus dan layak disediakan, ditentukan oleh :
1. penggunaan ruangan, khususnya ditinjau dari segi beratnya penglihatan oleh mata terhadap aktivitas yang harus dilakukan dalam ruangan itu.
2. lamanya waktu aktivitas yang memerlukan daya penglihatan yang tinggi dan sifat aktivitasnya, sifat aktivitas dapat secara terus menerus memerlukan perhatian dan penglihatan yang tepat, atau dapat pula secara periodik dimana mata dapat beristirahat.
b. Klasifikasi kualitas pencahayaan.
Klasifikasi kualitas pencahayaan adalah sebagai berikut :
1. Kualitas A : kerja halus sekali, pekerjaan secara cermat terus menerus, seperti menggambar detil, menggravir, menjahit kain warna gelap, dan sebagainya.
2. Kualitas B : kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara intensif terus menerus, seperti menulis, membaca, membuat alat atau merakit komponen-komponen kecil, dan sebagainya.
3. Kualitas C : kerja sedang, pekerjaan tanpa konsentrasi yang besar dari si pelaku, seperti pekerjaan kayu, merakit suku cadang yang agak besar, dan sebagainya.
4. Kualitas D : kerja kasar, pekerjaan dimana hanya detil-detil yang besar harus dikenal, seperti pada gudang, lorong lalu lintas orang, dan sebagainya.
4.2.2 Persyaratan Faktor Langit Dalam Ruangan
a. Nilai faktor langit (fl) dari suatu titik ukur dalam ruangan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. sekurang-kurangnya memenuhi nilai-nilai faktor langit minimum (flmin) yang tertera pada Tabel 1, 2 dan 3, dan dipilih menurut klasifikasi kualitas pencahayaan yang dikehendaki dan dirancang untuk bangunan tersebut.
2. nilai flmin dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalam BANGUNAN UMUM untuk,TUUnya, adalah seperti tertera pada tabel 1; dimana d adalah jarak antara bidang lubang cahaya efektif ke dinding di seberangnya, dinyatakan dalam meter. Faktor langit minimum untuk TUS nilainya diambil 40% dari flmin untuk TUU dan tidak boleh kurang dari 0,10 d.
Tabel 1 : Nilai Faktor langit untuk bangunan umum
Klasifikasi pencahayaan | flmin TUU |
A | 0,45.d |
B | 0,35.d |
C | 0,25.d |
D | 0,15.d |
Tabel 2 : Nilai Faktor langit untuk bangunan sekolah.
JENIS RUANGAN | flmin TUU | flmin TUU |
Ruang kelas biasa | 0,35.d | 0,20.d |
Ruang kelas khusus | 0,45.d | 0,20.d |
Laboratorium | 0,35.d | 0,20.d |
Bengkel kayu/besi | 0,25.d | 0,20.d |
Ruang olahraga | 0,25.d | 0,20.d |
Kantor | 0,35.d | 0,15.d |
Dapur | 0,20.d | 0,20.d |
3. nilai dari flmin dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalam bangunan sekolah, adalah seperti pada tabel 2; Untuk ruangan-ruangan kelas biasa, kelas khusus dan laboratorium dimana dipergunakan papan tulis sebagai alat penjelasan, maka flmin pada tempat 13 d di papan tulis pada tinggi 1,20 m ditetapkan sama dengan flmin = 50% TUU.
4. nilai dari flmin dalam prosentase untuk ruangan-ruangan dalam bangunan tempat tinggal seperti pada tabel 3;
Tabel 3 : Nilai Faktor langit Bangunan Tempat Tinggal
Jenis ruangan | flmin TUU | flmin TUS |
Ruang tinggal | 0,35.d | 0,16.d |
Ruang kerja | 0,35.d | 0,16.d |
Kamar tidur | 0,18.d | 0,05.d |
Dapur | 0,20.d | 0,20.d |
a. untuk ruangan-ruangan lain yang tidak khusus disebut dalam tabel ini dapat diperlakukan ketentuan-ketentuan dalam tabel 1.
b. Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di satu dinding nilai fl ditentukan sebagai berikut :
1. dari setiap ruangan yang menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubang-lubang atau jendela-jendela di satu dinding saja, harus diteliti fl dari satu TUU dan dua TUS.
2. Jarak antara dua titik ukur tidak boleh lebih besar dari 3 m. Misalnya untuk suatu ruangan yang panjangnya lebih dari 7 m, harus diperiksa (fl) lebih dari tiga titik ukur (jumlah TUU ditambah).
c. Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di dua dinding yang berhadapan.
Nilai faktor langit (fl) untuk ruangan semacam ini harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. bila suatu ruangan menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubang- lubang atau jendela-jendela di dua dinding yang berhadapan (sejajar), maka setiap bidang lubang cahaya efektif mempunyai kelompok titik ukurnya sendiri.
2. untuk kelompok titik ukur yang pertama, yaitu dari bidang lubang cahaya efektif yang paling penting, berlaku ketentuan-ketentuan dari tabel 1, 2 dan 3.
3. untuk kelompok titik ukur yang kedua ditetapkan syarat minimum sebesar 30% dari yang tercantum pada ketentuan-ketentuan dari tabel 1, 2 dan 3.
4. dalam hal ini (fl) untuk setiap titik ukur adalah jumlah faktor langit yang diperolehnya dari lubang-lubang cahaya di kedua dinding.
5. ketentuan untuk kelompok titik ukur yang kedua ini seperti yang termaksud dalam ayat 3, tidak berlaku apabila jarak antara kedua bidang lubang cahaya efektif kurang dari 6 meter.
6. bila jarak tersebut dalam butir 5) adalah lebih dari 4 meter dan kurang dari 9 meter dianggap telah dipenuhi apabila luas total lubang cahaya efektif kedua ini sekurang-kurangnya 40% dari luas lubang cahaya efektif pertama. Dalam hal yang belakangan ini, luas lubang cahaya efektif kedua adalah bagian dari bidang lubang cahaya yang letaknya di antara tinggi 1 meter dan tinggi 3 meter.
d. Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di dua dinding yang saling memotong.
Untuk kondisi ruangan seperti ini faktor langit ditentukan dengan memperhitungkan hal-hal sebagai berikut :
1. bila suatu ruangan menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubang- lubang atau jendela-jendela di dua dinding yang saling memotong kurang lebih tegak lurus, maka untuk dinding kedua, yang tidak begitu penting, hanya diperhitungkan satu Titik Ukur Utama tambahan saja.
2. syarat untuk titik ukur yang dimaksud dalam butir 1) pasal ini adalah 50% dari yang berlaku untuk titik ukur utama bidang lubang cahaya efektif yang pertama.
3. jarak titik ukur utama tambahan ini sampai pada bidang lubang cahaya efektif kedua diambil 13 d, dimana d adalah ukuran dalam menurut bidang lubang cahaya efektif pertama (lihat gambar 3 ).
e. Ruangan dengan lebih dari satu jenis penggunaan.
Apabila suatu ruangan digunakan sekaligus untuk dua jenis keperluan, maka untuk ruangan ini diberlakukan syarat-syarat yang terberat dari kedua jenis keperluan tersebut.
f. Penerimaan cahaya pada koridor atau gang dalam bangunan rumah tinggal.
Setiap koridor atau gang dalam bangunan rumah tinggal harus dapat menerima cahaya melalui luas kaca sekurang-kurangnya 0,10 m2 dengan ketentuan, bahwa untuk :
1. luas kaca dinding luar atau atap diperhitungkan 100 %;
2. luas kaca dinding dalam, yang dapat merupakan batas dengan kamar tidur, kamar tinggal, kamar kerja dan sebagainya, diperhitungkan 30 %;
3. luas kaca ruangan lainnya, seperti gudang, kamar mandi, dan sebagainya, diperhitungkan 0 %.
g. Penerimaan cahaya siang hari pada koridor atau gang / lorong dalam bangunan.
Setiap gang atau lorong dalam bangunan umum harus sekurang-kurangnya dapat menerima cahaya siang hari melalui luas kaca minimal 0,30 m .
Untuk setiap 5 meter panjang gang atau lorong, dengan ketentuan, bahwa untuk :
1. luas kaca dinding luar atau atap, diperhitungkan 100 %;
2. luas kaca dinding dalam yang merupakan batas dengan ruangan dengan kualitas pencahayaan A dan B, diperhitungkan 20 %;
3. luas kaca untuk perbatasan dengan ruangan dengan pencahayaan kualitas C,diperhitungkan 10 %;
4. luas kaca ruangan lainnya, diperhitungkan 0 %.
h. Penerimaan cahaya siang hari pada ruang tangga umum.
Ruang tangga umum harus dapat menerima cahaya siang hari melalui luas kaca sekurang-kurangnya 0,75 m2 .(Lihat gambar 5).
Untuk setiap setengah tinggi lantai dengan ketentuan :
1. lubang cahaya dinding luar, diperhitungkan 100 %;
2. apabila terdapat kaca di atap maka cahaya di :
i. Sudut penghalang cahaya.
Sudut penghalang cahaya hendaknya tidak melebihi 600 ditinjau dari sudut tata letak bangunan-bangunan sesuai dengan perencanaan tata ruang kota, bila hal tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pencahayaan tambahan yang diperlukan diperoleh dari pencahayaan buatan.
j. Faktor langit dalam ruangan yang menerima pencahayaan tidak langsung.
Untuk lubang cahaya efektif dari suatu ruangan yang menerima cahaya siang hari tidak langsung dari langit akan tetapi melalui kaca atau lubang cahaya dari ruangan lain, misalnya lewat teras yang beratap, maka fl dari titik ukur dalam ruangan ini dihitung melalui ketentuan-ketentuan dalam persyaratan teknis ini, hanya boleh diambil maksimal 10%dari faktor langit dalam keadaan dimana titik ukur langsung menghadap langit.
4.2.3 Penetapan Faktor Langit
a. Dasar penetapan nilai faktor langit.
Penetapan Nilai Faktor Langit, didasarkan atas keadaan langit yang terangnya merata atau kriteria Langit Perancangan untuk Indonesia yang memberikan kekuatan pencahayaan pada titik dibidang datar di lapangan terbuka sebesar 10.000 lux.
b. Perhitungan faktor langit.
Perhitungan besarnya faktor langit untuk titik ukur pada bidang kerja di dalam ruangan dilakukan dengan menggunakan metoda analitis di mana nilai fl dinyatakan sebagai fungsi dari H/D dan L/D seperti tercantum dalam tabel 4 dengan penjelasan :
Tabel 4 : Faktor langit sebagai fungsi H/D dan L/D
Posisi titik ukur U, yang jauhnya D dari lubang cahaya efektif berbentuk persegi panjang OPQR (tinggi H dan lebar L) sebagaimana dilukiskan di bawah ini :
Ukuran H dihitung dari 0 ke atas,
Ukuran L dihitung dari 0 ke kanan, atau dari P ke kiri sama saja.
H adalah tinggi lubang cahaya efektif
L adalah lebar lubang cahaya efektif
D adalah jarak titik ukur ke bidang lubang cahaya efektif.
BAB III
PEMBAHASAN
A. PERHITUNGAN DATA
D C G
1,25
0,25 I H F
A B E
0,6 0,6 D = 2m
U
D = 1/3 . L = 1/3 . 3,5 = 1,167 2m
v FLEGDA = H/D = 1,5/2 = 0,75
= L/D = 1,2 /2 = 0,6
Interpolasi Dari Tabel 4 SNI FL(%)
H/D |
| ||
0,7 | 2,64 | ||
0,75 | X | ||
0,8 | 3,26 |
=
X =
= 2,95 %
v FLEGCB = H/D = 1,5/2 = 0,75
= L/D = 0,6/2 = 0,3
Interpolasi Dari Tabel 4 SNI FL(%)
H/D |
| ||
0,7 | 1,50 | ||
0,75 | X | ||
0,8 | 1,78 |
=
X =
= 1,64 %
v FLEFIA = H/D = 0,25/2 = 0,125
= L/D = 1,2 /2 = 0,6
Interpolasi Dari Tabel 4 SNI FL(%)
H/D |
| ||
0,1 | 0,08 | ||
0,125 | X | ||
0,2 | 0,30 |
=
X =
= 0,135 %
v FLEFHB = H/D = 0,25/2 = 0,125
= L/D = 0,6 /2 = 0,3
Interpolasi Dari Tabel 4 SNI FL (%)
H/D |
| ||
0,1 | 0,05 | ||
0,125 | X | ||
0,2 | 0,17 |
=
X =
0,08 %
FL ABCD = FLEGDA - FLEGCB + FLEFIA - FLEFHB
= 2,95 % - 1,64 % + 0,135 % - 0,08 %
= 1,365 %
FLmin TUU = 0,18 . d
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat didapat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka ruang kamar tidur memenuhi persyaratan Pencahayaan Alami.kondisi ini menjelaskan bahwa pencahayaan alami pada ruang kamar tidur ini seimbang.
B. SARAN
Untuk kedepannya agar dilakukan penelitian pada ruang gedung yang mempunyai lebih dari 1 ruangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar