Teknik Sipil

Minggu, 26 Februari 2012

pencahayaan Alami


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
fenomena pada objek dan ruangan juga merupakan dari cahaya. Secara umum, keseluruhan bagian tersebut merupakan fenomena bumi dan langit. Langit sebagai asal cahaya dan bumi sebagai infestasinya. Oleh karena itu cahaya adalah kesatuan dari alam semesta. Selalu sama dan berbeda, cahaya menyatakan sesuatu.
Di dalam arsitektur pemanfaatan pencahayaan alami selalu menjadi bagian penting yang selalu diperhitungkan dalam perancangan. Pencahayaan alami mampu menciptakan ruangan secara visual. Menurut Lechner perancang yang peka selalu menyadari bahwa apa yang kita lihat merupakan konsekuensi baik dari kualitas rancangan maupun kualitas cahaya yang jatuh ke atasnya.
Pencahayaan alami pada ruangan difungsikan untuk memenuhi kebutuhan ruang akan cahaya, dan untuk segi estetika. Kualitas ruang yang tida sesuai dengan fungsi ruangan berakibat pada tidak berjalan dengan baik kegiatan yang ada. Ruang dengan cahaya yang sedikit menyebabkan ruang tersebut menjadi gelap dan dingin. Pencahayaan yang terlalu terang akan meyebabkan silau dan kurang baik bagi mata. Kenyamanan berada pada suatu ruangan dapat diciptakan dari kualitas pencahayaan dalam ruangan tersebut. Untuk memperoleh kenyamanan visual dalam ruangan,pencahayaan dapat  dirancang untuk menonjolkan obyek, atau menambah daya tarik khusus dari sudut-sudut ruang.
Isu yang berkembang tentang pembahasan  pencahayaan alami menyatakan bahwa kualitas pencahayaan alami yang baik tidak terlepas dari distribusi cahaya yang masuk melalui jendela (bukaan) dan orientasi arah bukaan. Semakin luas bukaan maka akan semakin banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Kualitas pencahayaan alami yang baik juga pengaruhi oleh letak bukaan terhadap arah datangnya sinar matahari.

1.2  Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.      mengetahui pengaruh letak bukaan pencahayaan alami terhadap kulaitas pencahayaan kamar tidur.
2.      Mengetahui kondisi intensitas pencahayaan di dalam kamar tidur.
1.3  Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini baik dalam disiplin ilmu arsitektur maupun disiplin ilmu pasti yang lainnya, yang bertujuan untuk mengetahui tentang pemanfaatan pencahayaan alami  dalam bentuk kualitas visual ruang kamar tidur.
  




















BAB II
DASAR TEORI
A.    DEFINISI
Pencahayaan alami dapat juga diartikan sebagi cahaya yang masuk kedalam ruangan pada bangunan yang berasal dari cahaya matahari. Sebelum masuk kedalam ruangan melalui bukaan, cahaya ini dapat diproses terlebih dahulu dengan menggunakan “shading” . Shading dimaksud sebagai penyaring cahaya yang masuk kedalam ruangan sehingga menghasilkan kualitas pencahayaan pada ruangan yang diinginkan.
B.     Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung
1.      Ruang lingkup.
1.1  Standar,tata cara perancangan sistem pencahayaan alami   pada   bangunan gedung      ini  dimaksudkan     sebagai    pedoman      bagi   para   perancang     dan    pelaksana pembangunan   gedung   di   dalam   merancang   sistem   pencahayaan   alami   siang   hari,   dan bertujuan agar diperoleh sistem pencahayaan alami siang hari yang sesuai dengan syarat kesehatan, kenyamanan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku.
1.2  Standar ini mencakup persyaratan minimal sistem pencahayaan alami siang hari dalam bangunan gedung.
2.      Acuan.
a.       SNI. No. 03-2396-1991 : Tata cara perancangan Penerangan alami siang hari untuk rumah dan gedung.
b.      Natuurkundige Grondslagen Voor Bouurvorrschriften, 1951, Deel 11, “Dagverlichting Van Woningen (NBG II 1951).
c.       Hopkinson (et.al), 1966, Daylighting, London.
d.      Adhiwiyogo.   M.U,   1969   ;   Selection   of   the   Design   Sky   for   Indonesia   based   on   the Illumination Climate of Bandung. Symposium of Enviromental Physics as Applied to  Building in the Tropics.


3.      Istilah dan definisi.
3.1  bidang lubang cahaya efektif. bidang vertikal sebelah dalam dari lubang cahaya.
3.2  faktor langit ( fl ) angka karakteristik yang digunakan sebagai ukuran keadaan pencahayaan alami siang hari diberbagai tempat dalam suatu ruangan.
3.3  langit perancangan langit dalam keadaan yang ditetapkan dan dijadikan dasar untuk perhitungan.
3.4   lubang cahaya efektif untuk suatu titik ukur bagian dari bidang lubang cahaya efektif lewat mana titik ukur itu melihat langit.
3.5  terang langit sumber   cahaya   yang   diambil   sebagai   dasar   untuk   penentuan   syarat-syarat   pencahayaan alami siang hari.
3.6  titik ukur titik di dalam ruangan yang  keadaan pencahayaannya dipilih  sebagai  indikator  untuk keadaan pencahayaan seluruh ruangan.
4.       Kriteria Perancangan
4.1  Ketentuan Dasar.
4.1.1        Pencahayaan Alami Siang Hari yang Baik
Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila :
a.       pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat, terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan.
b.      distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang mengganggu.
4.1.2        Tingkat Pencahayaan Alami dalam Ruang.
Tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat pencahayaan langit pada bidang datar di lapangan terbuka pada waktu yang sama.



Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan pencahayaan alami  pada  bidang datar di lapangan terbuka ditentukan oleh :
a.       hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya.
b.      ukuran dan posisi lubang cahaya.
c.       distribusi terang langit.
d.      bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur.
4.1.3        Faktor Pencahayaan Alami Siang Hari.
Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut.
a.       Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari 3 komponen meliputi :
1.      Komponen langit (faktor langit-fl) yakni komponen pencahayaan langsung dari cahaya langit.
2.      Komponen refleksi luar (faktor refleksi luar - frl) yakni komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang bersangkutan.
3.      Komponen refleksi   dalam     (faktor   refleksi  dalam     frd)  yakni komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi permukaan-permukaan dalam ruangan, dari cahaya yang masuk ke dalam ruangan akibat refleksi benda-benda di luar             ruangan maupun dari cahaya langit (lihat gambar 1).
b.      Persamaan-persamaan untuk menentukan faktor pencahayaan alami Faktor pencahayaan alami siang hari ditentukan oleh persamaan-persamaan berikut ini
1.      fl =  { arctan L/D -  arctan  } ………….1

keterangan : L      =   lebar lubang cahaya efektif.
 H      =  tinggi lubang cahaya efektif.
 D      =  jarak titik ukur ke lubang cahaya
2.      frl   = (fl)p x Lrata-rata…………….…………………………..2
3.      frd =  x (C.Rfw + 5.Rcw)…………………………3        Keterangan :
(fl)p           =  faktor langit jika tidak ada penghalang.                         Lrata-rata            = perbandingan antara luminansi penghalang  dengan luminansi rata-rata langit.
kaca           =   faktor   transmisi   cahaya   dari   kaca   penutup   lubang cahaya, besarnya c tergantung pada jenis kaca yang nilainya dapat diperoleh dari katalog yang dikeluarkan oleh produsen kaca tersebut.
A                =  luas seluruh permukaan dalam ruangan
R                =  faktor refleksi rata-rata seluruh permukaan
W               =  luas lubang cahaya.
Rcw           =  faktor   refleksi   rata-rata   dari   langit-langit dan  dinding bagian atas dimulai dari   bidang yang melalui   tengah-tengah lubang   cahaya, tidak termasuk dinding dimana lubang cahayaterletak.
C                =  konstanta yang besarnya tergantung dari sudut penghalang.
Rfw           =   faktor   refleksi   rata-rata   lantai   dan   dinding   bagian   bawah   dimulai   dari bidang   yang   melalui    tengah-tengah      lubang   cahaya,   tidak termasuk dinding dimana lubang cahaya terletak.



4.1.4        Langit Perancangan
a.        Dalam   ketentuan   ini   sebagai   terang   langit   diambil    kekuatan   terangnya   langit   yang dinyatakan dalam lux.
b.      Karena keadaan langit menunjukkan variabilitas yang besar, maka syarat-syarat yang harus    dipenuhi    oleh   keadaan     langit  untuk   dipilih  dan  ditetapkan    sebagai    Langit Perancangan adalah :
1.      bahwa langit yang demikian sering dijumpai.
2.      memberikan       tingkat   pencahayaan       pada   bidang    datar   di  lapanganterbuka, dengan nilai dekat minimum, sedemikian rendahnya hingga frekuensi kegagalan untuk mencapai nilai tingkat pencahayaan ini cukup rendah.
3.      nilai tingkat pencahayaan tersebut dalam butir 2) pasal ini tidak boleh terlampau rendah sehingga persyaratan tekno konstruktif menjadi terlampau tinggi.
c.       Sebagai Langit Perancangan ditetapkan :
1.      langit biru tanpa awan atau
2.      langit yang seluruhnya tertutup awan abu-abu putih.
d.      Langit   Perancangan   ini     memberikan   tingkat   pencahayaan   pada   titik-titik   di   bidang datar di lapangan terbuka sebesar 10.000 lux. Untuk perhitungan diambil ketentuan bahwa   tingkat   pencahayaan   ini   asalnya   dari   langit   yang   keadaannya   dimana-mana merata terangnya (uniform luminance distribution).
4.1.5        Faktor Langit
Faktor    langit  (fl)  suatu  titik  pada  suatu   bidang   di  dalam    suatu   ruangan    adalah    angka perbandingan   tingkat   pencahayaan   langsung   dari   langit   di   titik   tersebut   dengan   tingkat pencahayaan oleh Terang Langit pada bidang datar di lapangan terbuka.

Pengukuran kedua tingkat pencahayaan tersebut dilakukan dalam keadaan sebagai berikut :
a.        Dilakukan pada saat yang sama.
b.      Keadaan   langit   adalah   keadaan   Langit   Perancangan   dengan   distribusi   terang   yang  merata di mana-mana.
c.       Semua jendela atau lubang cahaya diperhitungkan seolah-olah tidak ditutup dengan kaca.
Suatu titik pada suatu bidang tidak hanya menerima cahaya langsung dari langit tetapi juga cahaya langit yang direfleksikan oleh    permukaan      di  luar   dan    di  dalam    ruangan.
Perbandingan       antara   tingkat  pencahayaan      yang   berasal   dari  cahaya   langit  baik  yang langsung   maupun   karena   refleksi, terhadap   tingkat   pencahayaan   pada   bidang   datar   di lapangan   terbuka   disebut   faktor   pencahayaan   alami   siang   hari.   Dengan   demikian faktor langit adalah selalu lebih kecil dari faktor pencahayaan alami siang hari. Pemilihan faktor langit sebagai angka karakteristik untuk digunakan sebagai ukuran keadaan pencahayaan alami    siang   hari  adalah    untuk   memudahkan perhitungan     oleh  karena    fl  merupakan komponen yang terbesar pada titik ukur.
4.1.6        Titik Ukur
a.       Titik ukur diambil pada suatu bidang datar yang letaknya pada tinggi 0,75 meter di atas lantai. Bidang datar tersebut disebut bidang kerja (lihat gambar 2 ).

         Gambar 2.: Tinggi dan Lebar cahaya efektif
b.      Untuk menjamin tercapainya suatu keadaan pencahayaan yang cukup memuaskan maka Faktor Langit (fl) titik ukur tersebut harus memenuhi suatu nilai minimum tertentu yang ditetapkan menurut fungsi dan ukuran ruangannya.
c.       Dalam perhitungan digunakan dua jenis titik ukur :
1.      titik  ukur  utama   (TUU),   diambil   pada   tengah-tengah     antar  kedua    dinding  samping, yang berada pada jarak  13 d dari bidang lubang cahaya efektif.



2.      titik ukur samping (TUS), diambil pada jarak 0,50 meter dari dinding samping, yang juga berada pada jarak 13 d dari bidang lubang cahaya efektif, dengan d adalah   ukuran   kedalaman   ruangan,   diukur   dari   mulai   bidang   lubang cahaya  efektif hingga pada dinding seberangnya, atau hingga pada “bidang” batas dalam ruangan yang hendak dihitung pencahayaannya itu (lihat gambar 3a dan 3b ).
 
d.      Jarak “d” pada dinding tidak sejajar Apabila kedua dinding yang berhadapan tidak sejajar, maka untuk d diambil jarak di tengah antara kedua dinding samping tadi, atau diambil jarak rata-ratanya.
e.       Ketentuan jarak “1/3.d” minimum Untuk   ruang   dengan   ukuran   d   sama   dengan   atau   kurang   daripada   6   meter,   maka   ketentuan jarak 1/3.d diganti dengan jarak minimum 2 meter.
4.1.7        Lubang Cahaya Efektif
Bila suatu ruangan mendapatkan pencahayaan dari langit melalui lubang-lubang cahaya di beberapa     dinding,   maka    masing-masing     dinding   ini  mempunyai     bidang   lubang   cahaya efektifnya sendiri-sendiri (lihat gambar 4 ).
                     Gambar 4.: Penjelasan mengenai jarak d

Umumnya       lubang   cahaya    efektif  dapat  berbentuk    dan   berukuran    lain  daripada  lubang cahaya itu sendiri.
Hal ini, antara lain dapat disebabkan oleh :
a.       penghalangan cahaya oleh bangunan lain dan atau oleh pohon.
b.      Bagian-bagian       dari  bangunan      itu  sendiri  yang    karena    menonjol     menyempitkan pandangan ke luar, seperti balkon, konstruksi “sunbreakers” dan sebagainya.
c.       Pembatasan-pembatasan oleh letak bidang kerja terhadap bidang lubang cahaya .
d.      Bagian dari jendela yang dibuat dari bahan yang tidak tembus cahaya.
4.2  Persyaratan teknis.
4.2.1        Klasifikasi Berdasarkan Kualitas Pencahayaan.
a.       Kualitas pencahayaan yang harus dan layak disediakan, ditentukan oleh :
1.      penggunaan   ruangan,   khususnya  ditinjau   dari   segi   beratnya   penglihatan   oleh mata terhadap aktivitas yang harus dilakukan dalam ruangan itu.

2.      lamanya waktu aktivitas yang memerlukan daya penglihatan yang tinggi dan sifat  aktivitasnya,   sifat   aktivitas   dapat   secara   terus   menerus   memerlukan perhatian dan penglihatan yang tepat, atau dapat pula secara periodik dimana mata dapat beristirahat.
b.      Klasifikasi kualitas pencahayaan.
Klasifikasi kualitas pencahayaan adalah sebagai berikut :
1.      Kualitas A : kerja halus sekali, pekerjaan secara cermat terus menerus, seperti menggambar detil, menggravir, menjahit kain warna gelap, dan sebagainya.
2.      Kualitas B : kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara intensif terus menerus, seperti   menulis,   membaca,   membuat   alat   atau   merakit   komponen-komponen kecil, dan sebagainya.
3.      Kualitas C : kerja sedang, pekerjaan tanpa konsentrasi yang besar dari si pelaku, seperti pekerjaan kayu, merakit suku cadang yang agak besar, dan sebagainya.
4.      Kualitas   D   :   kerja   kasar,   pekerjaan   dimana   hanya   detil-detil yang besar harus dikenal, seperti pada gudang, lorong lalu lintas orang, dan sebagainya.
4.2.2        Persyaratan Faktor Langit Dalam Ruangan
a.       Nilai faktor langit (fl) dari suatu titik ukur dalam ruangan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.      sekurang-kurangnya        memenuhi       nilai-nilai  faktor  langit  minimum     (flmin)  yang tertera    pada    Tabel    1,  2   dan   3,  dan    dipilih  menurut    klasifikasi   kualitas pencahayaan yang dikehendaki dan dirancang untuk bangunan tersebut.


2.      nilai flmin dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalam BANGUNAN UMUM untuk,TUUnya,   adalah   seperti   tertera   pada   tabel   1;   dimana   d   adalah   jarak   antara bidang    lubang    cahaya   efektif  ke  dinding   di  seberangnya,    dinyatakan    dalam meter.   Faktor   langit   minimum   untuk   TUS   nilainya   diambil   40%   dari   flmin  untuk TUU dan tidak boleh kurang dari 0,10 d.

                       Tabel 1 : Nilai Faktor langit untuk bangunan umum
Klasifikasi pencahayaan
flmin TUU
A
0,45.d
B
0,35.d
C
0,25.d
D
0,15.d

                      Tabel 2 : Nilai Faktor langit untuk bangunan sekolah.
JENIS RUANGAN
flmin TUU
flmin TUU
Ruang kelas biasa
0,35.d
0,20.d
Ruang kelas khusus
0,45.d
0,20.d
Laboratorium
0,35.d
0,20.d
Bengkel kayu/besi
0,25.d
0,20.d
Ruang olahraga
0,25.d
0,20.d
Kantor
0,35.d
0,15.d
Dapur
0,20.d
0,20.d






3.      nilai   dari   flmin dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalam bangunan sekolah, adalah seperti pada tabel 2; Untuk ruangan-ruangan kelas biasa, kelas khusus dan   laboratorium   dimana   dipergunakan   papan   tulis   sebagai   alat   penjelasan,  maka flmin pada tempat 13 d di papan tulis pada tinggi 1,20 m ditetapkan sama dengan flmin = 50% TUU.
4.      nilai dari flmin dalam prosentase untuk ruangan-ruangan dalam bangunan tempat tinggal seperti pada tabel 3;
                     Tabel 3 : Nilai Faktor langit Bangunan Tempat Tinggal
Jenis ruangan
flmin TUU
flmin TUS
Ruang tinggal
0,35.d
0,16.d
Ruang kerja
0,35.d
0,16.d
Kamar tidur
0,18.d
0,05.d
Dapur
0,20.d
0,20.d
a.       untuk   ruangan-ruangan   lain   yang   tidak   khusus   disebut   dalam   tabel   ini   dapat diperlakukan ketentuan-ketentuan dalam tabel 1.
b.      Ruangan dengan pencahayaan langsung dari lubang cahaya di satu dinding  nilai fl ditentukan sebagai berikut :
1.       dari setiap ruangan yang menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubang-lubang atau jendela-jendela di satu dinding saja, harus diteliti fl dari satu TUU dan dua TUS.
2.      Jarak antara dua titik ukur tidak boleh lebih besar dari 3 m. Misalnya untuk suatu ruangan yang panjangnya lebih dari 7 m, harus diperiksa (fl) lebih dari tiga titik ukur (jumlah TUU ditambah).

c.       Ruangan   dengan   pencahayaan   langsung   dari   lubang   cahaya   di   dua   dinding   yang berhadapan.
Nilai faktor langit (fl) untuk ruangan semacam ini harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.      bila suatu ruangan menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubang- lubang   atau   jendela-jendela   di   dua   dinding   yang   berhadapan   (sejajar),   maka setiap bidang lubang cahaya efektif mempunyai kelompok titik ukurnya sendiri.
2.      untuk kelompok titik ukur yang pertama, yaitu dari bidang lubang cahaya efektif yang paling penting, berlaku ketentuan-ketentuan dari tabel 1, 2 dan 3.
3.      untuk kelompok titik ukur yang kedua ditetapkan syarat minimum sebesar 30% dari yang tercantum pada ketentuan-ketentuan dari tabel 1, 2 dan 3.
4.      dalam     hal  ini  (fl)  untuk  setiap   titik  ukur  adalah    jumlah    faktor   langit yang diperolehnya dari lubang-lubang cahaya di kedua dinding.
5.      ketentuan untuk kelompok titik ukur yang kedua ini seperti yang termaksud dalam ayat 3, tidak berlaku apabila jarak antara kedua bidang lubang cahaya efektif kurang dari 6 meter.
6.      bila jarak   tersebut   dalam   butir   5)   adalah   lebih   dari   4   meter   dan   kurang   dari   9 meter dianggap telah dipenuhi apabila luas total lubang cahaya efektif kedua ini sekurang-kurangnya   40%   dari   luas   lubang   cahaya   efektif   pertama.   Dalam   hal yang belakangan ini, luas lubang cahaya efektif kedua adalah bagian dari bidang lubang cahaya yang letaknya di antara tinggi 1 meter dan tinggi 3 meter.
d.      Ruangan   dengan   pencahayaan   langsung   dari   lubang   cahaya   di   dua   dinding   yang saling memotong.
Untuk   kondisi   ruangan   seperti   ini   faktor langit ditentukan   dengan memperhitungkan hal-hal sebagai berikut :
1.      bila suatu ruangan menerima pencahayaan langsung dari langit melalui lubang- lubang atau jendela-jendela di dua dinding yang saling memotong kurang lebih  tegak    lurus,   maka    untuk   dinding    kedua,    yang   tidak   begitu   penting,   hanya diperhitungkan satu Titik Ukur Utama tambahan saja.
2.      syarat untuk titik ukur yang dimaksud dalam butir 1) pasal ini adalah 50% dari yang berlaku untuk titik ukur utama bidang lubang cahaya efektif yang pertama.
3.      jarak titik ukur utama tambahan ini sampai pada bidang lubang cahaya efektif kedua   diambil     13 d,   dimana   d   adalah   ukuran   dalam   menurut   bidang   lubang cahaya efektif pertama (lihat gambar 3 ).
e.       Ruangan dengan lebih dari satu jenis penggunaan.
Apabila   suatu   ruangan   digunakan   sekaligus   untuk   dua   jenis   keperluan,   maka   untuk  ruangan     ini  diberlakukan     syarat-syarat    yang   terberat   dari  kedua    jenis  keperluan tersebut.
f.       Penerimaan cahaya pada koridor atau gang dalam                bangunan rumah tinggal.






Setiap    koridor   atau  gang    dalam    bangunan     rumah    tinggal   harus   dapat   menerima cahaya   melalui   luas   kaca   sekurang-kurangnya   0,10  m2 dengan   ketentuan, bahwa  untuk :
1.      luas kaca dinding luar atau atap diperhitungkan 100 %;
2.      luas   kaca   dinding   dalam,   yang   dapat   merupakan   batas   dengan   kamar   tidur, kamar tinggal, kamar kerja dan sebagainya, diperhitungkan 30 %;
3.      luas   kaca   ruangan     lainnya,  seperti   gudang,    kamar    mandi,    dan   sebagainya, diperhitungkan 0 %.
g.      Penerimaan cahaya siang hari pada koridor atau gang / lorong dalam bangunan.
Setiap   gang   atau   lorong   dalam   bangunan   umum   harus   sekurang-kurangnya dapat menerima cahaya siang hari melalui luas kaca minimal 0,30 m .
Untuk setiap 5 meter panjang gang atau lorong, dengan ketentuan, bahwa untuk :
1.      luas kaca dinding luar atau atap, diperhitungkan 100 %;
2.      luas kaca dinding dalam yang merupakan batas dengan ruangan dengan kualitas pencahayaan A dan B, diperhitungkan 20 %;
3.      luas kaca untuk perbatasan dengan ruangan dengan pencahayaan kualitas C,diperhitungkan 10 %;
4.      luas kaca ruangan lainnya, diperhitungkan 0 %.





h.      Penerimaan cahaya siang hari pada ruang tangga umum.
Ruang   tangga   umum   harus   dapat   menerima   cahaya   siang   hari   melalui   luas   kaca sekurang-kurangnya 0,75 m2 .(Lihat gambar 5).
Untuk setiap setengah tinggi lantai dengan ketentuan :
1.      lubang cahaya dinding luar, diperhitungkan 100 %;
2.       apabila terdapat kaca di atap maka cahaya di :
i.        Sudut penghalang cahaya.
Sudut penghalang cahaya hendaknya tidak melebihi 600 ditinjau dari sudut tata  letak bangunan-bangunan   sesuai   dengan   perencanaan   tata   ruang   kota,   bila   hal   tersebut tidak   dapat   dipenuhi,   maka   pencahayaan   tambahan   yang   diperlukan   diperoleh   dari  pencahayaan buatan.
j.        Faktor langit dalam ruangan yang menerima pencahayaan tidak langsung.
Untuk lubang cahaya efektif dari suatu ruangan yang menerima cahaya siang hari tidak langsung dari langit akan tetapi melalui kaca atau lubang cahaya dari ruangan lain, misalnya lewat teras yang beratap, maka fl dari titik ukur dalam ruangan ini dihitung melalui   ketentuan-ketentuan dalam persyaratan    teknis   ini,  hanya  boleh   diambil maksimal 10%dari  faktor  langit  dalam   keadaan    dimana    titik  ukur  langsung menghadap langit.
4.2.3        Penetapan Faktor Langit
a.       Dasar penetapan nilai faktor langit.
 Penetapan Nilai Faktor Langit, didasarkan atas keadaan langit yang terangnya merata atau   kriteria  Langit  Perancangan      untuk   Indonesia    yang   memberikan      kekuatan pencahayaan pada titik dibidang datar di lapangan terbuka sebesar 10.000 lux.
b.      Perhitungan faktor langit.
 Perhitungan besarnya faktor langit untuk titik ukur pada bidang kerja di dalam ruangan dilakukan dengan menggunakan metoda analitis di mana nilai fl dinyatakan sebagai fungsi dari H/D dan L/D seperti tercantum dalam tabel 4 dengan penjelasan :
Tabel 4 : Faktor langit sebagai fungsi H/D dan L/D
Posisi titik ukur U, yang jauhnya D dari lubang cahaya efektif berbentuk persegi panjang OPQR (tinggi H dan lebar L) sebagaimana dilukiskan di bawah ini :
Ukuran H dihitung dari 0 ke atas,
Ukuran L dihitung dari 0 ke kanan, atau dari P ke kiri sama saja.
H     adalah tinggi lubang cahaya efektif
L     adalah lebar lubang cahaya efektif
D    adalah jarak titik ukur ke bidang lubang cahaya efektif.

BAB III
PEMBAHASAN
A.    PERHITUNGAN DATA

D                         C                           G        


1,25

 

0,25      I                      H                                   F
A                      B                                 E
0,6                      0,6                      D = 2m                                  

        U
D = 1/3 . L = 1/3 . 3,5 = 1,167  2m                      
v  FLEGDA            = H/D = 1,5/2 = 0,75
                        = L/D = 1,2 /2 = 0,6
Interpolasi Dari Tabel 4 SNI  FL(%)
H/D
0,05   = 0,075 – 0,7
0,1     = 0,8 – 0,7
0,62   = 3,26 – 2,64
 
L/D (0,6)
0,7
2,64
0,75
X
0,8
3,26

    =  
    X     =  
          = 2,95 %


v  FLEGCB            = H/D = 1,5/2 = 0,75
                        = L/D = 0,6/2 = 0,3
Interpolasi Dari Tabel 4 SNI FL(%)
H/D
0,05   = 0,075 – 0,7
0,1     = 0,8 – 0,7
0,28   = 1,78 – 1,50
 
L/D (0,3)
0,7
1,50
0,75
X
0,8
1,78

    =  
    X     =  
          =  1,64 %
           
v  FLEFIA             = H/D = 0,25/2 = 0,125
                        = L/D = 1,2 /2   = 0,6
Interpolasi Dari Tabel 4 SNI FL(%)
H/D
0,025   = 0,125 – 0,1
0,1       = 0,2 – 0,1
0,22   = 0,30– 0,08
 
L/D (0,6)
0,1
0,08
0,125
X
0,2
0,30

               =  
    X                 =  
                    = 0,135 %




           
v  FLEFHB                            = H/D = 0,25/2 = 0,125
                        = L/D = 0,6 /2  = 0,3
Interpolasi Dari Tabel 4 SNI FL (%)
H/D
0,025   = 0,125 – 0,1
0,1       = 02 – 0,1
0,62    = 0,17 – 0,05
 
L/D (0,3)
0,1
0,05
0,125
X
0,2
0,17

               =  
    X                 =  
                       0,08 %           

*      FL ABCD     = FLEGDA -  FLEGCB + FLEFIA -  FLEFHB
= 2,95 % - 1,64 % + 0,135 % - 0,08 %
= 1,365 %
*      FLmin TUU = 0,18 . d
 = 0,18 x 3,5 = 0,63 %












BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat didapat dari penelitian yang  dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Dari hasil penelitian yang dilakukan maka ruang kamar tidur memenuhi persyaratan Pencahayaan Alami.kondisi ini menjelaskan bahwa pencahayaan alami pada ruang kamar tidur ini seimbang.

B.     SARAN
Untuk kedepannya agar dilakukan penelitian pada ruang gedung yang mempunyai lebih dari 1 ruangan.


           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar